Wednesday, February 21, 2018

Teruntuk Para Suami

Dear, ,
Seorang wanita tidak perlukan lelaki yang pintar mengarang alasan, tapi wanita sangat menghargai lelaki yang berkata lewat perbuatan

seorang istri tidak perlukan suami yang pandai membangun argumen, karena yang ia harapkan hanya pengertian dan rasa aman

Tidak berarti bagi istri alasan logis, fakta akurat dan detail penjelasan, ungkapan sayang sepele, dan pelukan akan berikan lindungan

Bahkan seringkali seorang istri tidak perlukan lelaki yang pintar bicara, lebih berarti seorang lelaki yang pandai mendegar makna

Karena bahagia bagi wanita bukan masalah fisik lahir, tapi apa yang bisa dirasa dalam hati, batin

💞NQ❤

Saturday, August 6, 2016

Life in future with you--- part 22

Life in future with you--- part 22

("Diagnosa awal menunjukkan bahwa daya tahan tubuh nya menurun. Mungkin faktor kelelahan salah satu nya. Tapi tenang saja, dokter sudah memberikan obat dan vitamin untuk nya. Kita tinggal tunggu hasil lab nya.
  "Ya Tuhan.. Sejauh itu..??"
  "Aku cuma ingin memastikan,, apa benar dia baik-baik saja." 
  "Lalu dimana dia?? Mama ingin bertemu dengan nya."
  "Ia ada dikamar, sedang istirahat. Masuklah mah, ia pasti senang.")
-----------
2 hari aku off, dan selama itu pun aku habiskan waktu bersama dengan putri kecil ku. Duduk di teras, membacakan buku cerita, atau hanya sekedar menonton kartun kesukaan nya, dan membawanya kembali untuk beristirahat, begitu pun seterusnya.

Seperti saat ini.. kondisinya yang masih lemah, membuat ku enggan untuk mengizinkan nya pergi atau sekedar bersekolah. Meski ku tahu key bosan dengan apa yang ia lakukan dalam 2 hari ini, dan pastinya berujung mengeluh, kenapa dedy nya belum juga datang untuk menemuinya? Dimana dedy sekarang? Apa dedy baik-baik saja disana? Lalu kapan dedy akan kembali?? Apakah semua akan baik-baik saja? Huhhh, rasa nya aku ingin berpura-pura untuk tak mendengar celotahan nya. .

  "Baiklah, sekarang kamu harus istirahat. Ingat apa yang tadi dokter katakan, bukan??" Aku menaikkan selimut hingga menutupi sebagian tubuhnya. Dan menatap kedua manik yang begitu membuatku tenang. Sebelum akhirnya key mengangguk setuju.

Aku menangkup wajahnya dengan kedua tangan ku. Mengusap pipi nya dengan lembut. Mendekatkan wajahku hingga tak ada lagi jarak. Kening, bahkan hidung kami kini saling menempel, meski untuk beberapa detik saja karena kini ia sudah berada dalam peluk ku.

  "Mami ingin kamu cepat sembuh, sayang..." key menarik tubuh nya menjauh dari ku. Kini ia kembali menatap ku. "Apa besok kita masih bisa melakukan hal yang sama,,?" Tanya nya, "...Seperti saat ini??"

Apa yang ia katakan?? "Mengapa kau bertanya seperti itu?? Tentu saja bisa..!" Aku rasa itu bukan hal yang mustahil untuk kita lakukan.

  "Bukankah besok mami harus ke kantor??" Seketika aku terdiam. Benar apa yang dikatakan nya, aku memang tidak bisa meninggalkan kantor untuk lebih lama lagi. Ralat!! Bukan tidak bisa, melainkan kondisi kantor yang tidak memungkinkan untuk aku tinggalkan. Tapi bukan berarti tidak ada hari lain, bukan? Aku bisa meluangkan waktu jika hanya sekedar menemani nya bermain, atau membacakan nya sebuah cerita, itu bisa aku lakukan sepulang ku beraktivitas, bukan kah benar begitu??

  "Tidak, maksud ku.. " key seakan menarik ucapan nya, dan segera meralat nya. "....lupakan saja."  

Aku mengerti hal itu, Key hanya meminta waktu untuk lebih lama bersamaku. Menghabiskan waktu dan itu hanya berdua dengan ku. Mungkin akan ku lakukan, tapi tidak untuk saat ini. Bagaimanapun juga besok aku harus tetap ke kantor.

**
  "Fara, siapkan dokumen yang saya minta, dan tolong kamu taro di meja saya." Aku segera menuju ruang kerja ku, mengingat sebentar lagi aku harus menemui client yg baru saja tiba dari singapura.

Tapi seperti nya dari proposal yang aku pelajari, aku rasa tidak begitu penting, hanya pertemuan biasa. Dan aku bisa mewakilkan seseorang menggantikan ku untuk menemuinya.

  "Apa client kita sudah datang..?"

  "Emm, sepertinya belum. Menurut kabar yang saya dapatkan, pesawat mereka delay. Dan diperkirakan akan tiba di jakarta pukul 12.30 wib siang nanti." Jelas fara

Ok, masih ada waktu 2 jam lagi, pikir ku. "Kebetulan aku mau keluar sebentar. Suruh mereka tunggu di tempat yang sudah disediakan. Dan katakan pada patrick untuk segera temui mereka, sebelum aku kembali."

  "Baik, Mrs..." fara mengangguk paham dengan apa yang aku ucapkan. Aku segera bergegas pergi menuju bandara. Menjemput seseorang yang sangat aku rindukan selama ini, orang yang selalu membuat ku merasa berarti dan mengubah hidupku menjadi sosok yang lebih dewasa, meski kadang dia juga terlihat masih kekanak-kanakan. Tapi itulah Rio, putra tertua di keluarga kami.

  "Maaf, sudah membuat mu menunggu.." Aku tahu, ini sudah lebih dari 30 menit, dari jadwal kepulangan nya. Dan aku pun bahkan sudah berusaha untuk bisa sampai sini secepat nya. Kalian pasti tahu, bagaimana padat nya kota Jakarta. Mungkin jika aku tak memutar balik dan mengambil jalan pintas, kurang lebih 1 jam lagi aku bisa sampai sini. Tapi ini lah konsekuensi nya tinggal di kota yang padat akan orang-orang pendatang dari berbagai daerah, yang mungkin hanya seperberapa yang merupakan penduduk asli Kota Jakarta, selebihnya perantauan yang ingin mengadu nasib nya disini.

Fix, kembali ke topik permasalahan! 
.
.
Aku masih mengatur nafas ku untuk bisa kembali normal. Menetralkan detak nadi ku yang tak beraturan. Mungkin ini semua akibat ku jarang berolahraga, hingga dengan sedikit berlari, membuat ku ngos-ngosan. Padahal, aku hanya berlari beberapa meter saja dari sini, tapi cukup membuat nafas tersengal-sengal. Mungkin akan aku pikirkan nanti, sekarang tak ada yang lebih penting dari apa yang ada di hadapan ku saat ini.

Aku sudah menjelaskan nya, bahkan aku sudah minta maaf pada nya. "Kak...??" Lagi-lagi aku memanggilnya.. Ia masih terlihat mencecap coffe yang ada di tangan nya beberapa kali sebelum akhirnya Rio bangun dari tempat singgah nya, dan sedikit membenarkan kemeja yg terlihat kusut. "Kau begitu cerewet!" Ucap nya santai. Hah..? Apa Dia bilang?? Dalam kondisi seperti ini, Dia masih saja mengatai ku 'Cerewet'??

  "Kenapa??? Kau tidak terima Aku bilang cerewet..?" Ucapnya seakan tak berdosa. Ingin rasa nya aku mengumpat nya balik, tapi.. sudahlah, aku sedang malas untuk berdebat dengan nya.

  "Heyy.. kenapa kau malah diam?! Tidakkah kau rindu pada ku..? Huh...!!" Desis Rio

  "Tidak." Upsss, astaga, ingin rasa nya aku mengutuk bibir ini yang selalu saja membuat nya emosi. ".....Emm, maksud ku, apa kau marah pada ku??" Sambung ku.

  "Seems...??" Rio menatap ku dengan tatapan yg tak bisa aku artikan. Tapi akhirnya senyuman khas itu meruntuhkan anggapan buruk tentang nya dan membuat ku tersenyum lega. Aku tahu Rio tak akan pernah bisa mendiamkan ku berlama-lama, ia akan segera mencari ku, seperti saat ini..

  "Kemarilah.. " ku sambut kedua tangan itu, dan ku peluk dia, lama. "Ku pikir, kau akan marah pada ku."

  "Tentu saja,,! Kau sudah membuat perut ku kembung dengan 4 cup coffe, lalu kau masih saja bertanya apa aku marah???" Ujar Rio yang mulai menjauhkan tubuh nya dari ku. Aku segera memeluknya kembali, "Maafkan aku." Aku mengeratkan kedua tangan ku saat memeluk nya, dan Rio hanya mendelik kearah ku.

  "Apa kau baik-baik saja?? Kami sangat cemas memikirkan mu."

  "Seperti yang kamu lihat saat ini. Lebih baik, dan pasti nya lebih tampan."

  "Kau ini..! Aku serius.." Rio meringis kesakitan setelah cubitan keras mendarat di perut nya. "...tapi tunggu, seperti nya program diet mu berhasil. Dan benar, kamu terlihat jauh lebih tampan."

Rio mengangguk setuju, "I see. Apa mama tahu hal ini, hmm..?" Tanya Rio yang masih memeluk ku. Mana mungkin aku menyembunyikan kabar bahagia ini sendiri, lagi pula mama begitu merindukan kedatangan nya akhir-akhir ini. Dan mama tak sabar menunggu hari itu tiba.

  "Tidak, Emm... maksud ku,,,"

  "Aku sudah tahu jawaban mu." Ucap nya dengan mengambil beberapa barang bawaan nya.

  "Dengarkan dulu penjelasan ku..!"

  "Tidak perlu! Ayo kita pulang."

Kita berjalan meninggalkan bandara, karena aku sudah tak sabar untuk membawa nya pulang.

  "Apa kau akan kembali lagi ke Australi??" Rio menoleh kearah ku, sejenak.. sebelum akhirnya ia fokus kembali untuk mengendarai nya. "Mengapa begitu??"

  "Tidak. Seperti yang ku lihat, kau hanya membawa beberapa potong baju saja. Apa kau benar-benar tak ingin tinggal bersama kami?"

  "Kamu ini bicara apa? Jangan berfikir yg tidak-tidak. Sekarang katakan, apa kau ingin pulang bersama ku?"

  "Aku harus kembali ke kantor, aku ada janji dengan client.."

  "Biar aku yang antar kamu kesana.."

  "Tidak perlu, sebaiknya kakak aku antar pulang terlebih dulu."

  "Tidak, tidak! Sebaiknya aku antar kamu ke kantor. Sekarang katakan, dimana kantor mu??"

  "Apa kau yakin,,? Itu akan sangat merepotkan! Lagi pula supir ku sedang berhalangan, lalu siapa yang akan menjemput ku nanti??"

  "Jangan khawatir...! Aku akan tanggung Jawab, karena aku sendiri yang akan menjemput mu nanti." Rio memang sulit untuk di bantah, sama hal nya seperti papa, sekali A.. ya tetap A.. Hingga kadang aku pun sulit untuk menolak nya, hingga aku pun mengangguk pasrah, "Baiklah..."

*
Aku sengaja membawa nya masuk ke ruang kerja ku, sekedar memperlihatkan bagaimana keadaan ku disini. Setidaknya dia tidak terus-menerus cemas memikirkan ku dan selalu memaksa ku untuk bekerja di perusahaan papa tempat caca bekerja saat ini.

  "Kau senang kerja disini??"

  "Hmm, tentu..!" Rio mengangguk-angguk dan berjalan kembali mendekati meja kerja ku. Di raih nya vas photo yg terpajang diatas nya. "Apa dia baik-baik saja?? Aku sangat merindukan nya.."

  "Dia masih dalam proses pemulihan. Kondisi nya masih belum stabil. Kadang demam, kadang pula ia terlihat baik-baik saja."

  "Kamu sudah bawa dia ke rumahsakit??" Aku segera menggeleng pelan, "Tapi dokter sudah mengambil sample darah nya."

  "Lalu, hasilnya..?"

  "Tidak ada yg serius, cuma kelelahan. Dia hanya butuh istirahat."

Ketukan pintu menginterupsi, rupanya ada seseorang diluar sana.
  "Masuk..."

  "Permisi! Maaf Mrs, Tn Paul sudah datang." Ucap fara. Aku hampir saja lupa. "Suruh dia masuk."

  "Baiklah, permisi...."

  "Aku sudah ada janji, dan..." belum juga aku meneruskan ucapan ku, Rio sudah memotong nya "Ok, sebaiknya aku pergi."

  "Maafkan aku. Aku tak bermaksud mengusir mu."

  "Fine! It's ok.." aku segera memeluknya kembali, sebelum akhirnya aku mengantarkan Rio keluar dari ruangan ku, "Take a care."

Ku lihat Paul sudah berada di depan ku, entah sejak kapan ia berdiri disana..

  "Sudah lama?"

  "Tidak,, kau terlihat bahagia. Emm, lebih tepat nya... sangat bahagia."

  "Tentu.."

  "Apa ini ada hubungan nya dengan pria itu..? Emm, maksud ku.. apa hubungan kalian baik-baik saja? Dan pria tadi, pria yang bersama mu tadi, apa dia....."

  "Tunggu, tunggu! Apa maksud mu..?? Kau salah paham, Paul!!" Sungguh, ini semua tak seperti yang dia lihat. Aku rasa, paul salah paham. "Dia kakak ku.."

  "Kakak..? Apa maksud mu? Aku tak mengerti.."

  "Dia kakak ku. Kakak kandung ku."

  "Kakak?? Apa maksud mu? Bukan kah kamu ini....??"

  "Kamu pikir aku ini anak tertua di keluarga ku? Itu tidak benar, Paul."

  "Lalu, maksud mu??"

  "Banyak orang yang tak mengetahui tentang hal ini. Bahkan semua orang mengira bahwa Rio bukanlah anak dari keluarga Tengker. Itu semua karena Rio tidak pernah mau tinggal dan menetap di sini. Ia lebih suka menetap di Eropa, sebelum akhirnya ia tinggal bersama ku di Australi untuk waktu yang cukup lama."

  "Jadi kalian ini....?"

  "Ya.. aku anak ke 2 dari 3 bersaudara. Dan Rio, adalah kakak ku, bukan seperti apa yang kamu pikirkan."

  "Lalu adik mu??"

  "Maksud mu Marsha? Ya.. Dia ada disini, dia masih tinggal bersama kami."

  "Marsha??"

  "Ya.. Marsha.. Apa kamu mengenal nya?? Emm.., tunggu, tunggu.. aku baru ingat, bukan kah kau ini pernah..." ucapan ku terpotong begitu saja saat fara masuk dan menginterupsi semua nya.

  "Maaf, client kita sudah menunggu." Ucap fara

  "Baiklah, aku akan segera menyusul." Aku segera membereskan semuanya. "....maaf Paul, Aku harus temui mereka."

  "It's ok, kita bisa bicarakan ini lain kali."

  "Jika kau tak keberatan. Kau bisa datang kerumah ku, nanti malam."

  "Akan ku pikirkan.."

*
Seperti yang sudah di janjikan, sore itu juga Rio datang ke kantor untuk menjemput ku. Dan tak lupa untuk mampir ke kantor Caca. Namun sayang, Caca tak bisa ikut pulang bersama kami, dikarenakan ada pekerjaan yang tidak bisa ia tunda. Hingga kita memutuskan untuk kembali ke rumah tanpa Caca. Sangat disayangkan memang, tapi Caca berjanji akan mengusahakan untuk bisa ikut dinner bersama kami. Tidak ada yang special, hanya syukuran kecil-kecilan. Dan mama memang sengaja memasak banyak makanan untuk menu kita malam ini.

  "Oma..." Key berlari kecil mendekat kearah mama yang sedang menyiapkan beberapa menu makanan.
  
  "Jangan berlari, nanti jatuh." Key mengangguk paham. ".... ada apa??" Lanjut nya dengan masih menata beberapa piring dan gelas diatas nya.

  "Sepertinya, enak.." ucap Key yang mulai menciumi aroma makanan yang ada di depan nya. "Kamu lapar??"

  "Um'humm.."

  "Kita tunggu Aunty Caca datang, setelah itu kita makan."

  "Mami dimana??"

  "Mami di kamar. Sebaiknya Key tunggu disana. Sebentar lagi Oma selesai."

-------
  "Kau serius dengan ucapan mu? Apa kau sudah pikirkan, kemungkinan yang akan terjadi selanjutnya?"

  "Aku sudah memikirkan hal itu matang-matang. Dan aku harap, kau mengizinkan ku."

  "Aku pikir, ini semua omong kosong. Ternyata,, Hans benar."

  "Maafkan aku, aku tak bermaksud untuk mendahului mu dengan menceritakan hal ini kepada Hans."

  "Lalu kapan ia kembali?? Hah.. atau jangan-jangan ia akan lari seperti apa yang ia lakukan pada mu waktu itu." Ucap Rio menyepelekan.

  "Kak,,!!" aku sedikit tidak terima dengan apa yang dikatakan Rio tentang Raffi. Aku yakin, Raffi bukan orang seperti itu. Dan aku percaya Raffi akan kembali.

  "Ok! Suruh dia datang kesini, itu pun kalau dia benar sungguh-sungguh! Karena sebelum itu terjadi, banyak hal yang harus aku selesaikan dengan nya."

  "Aku harap, kau tak akan menyakiti nya."

  "Heii, apa yang kau katakan? Seburuk itukah aku dimata mu?? Sampai-sampai kau takut aku akan menyakitinya..?" Rio menangkup wajah ku dengan kedua tangan nya.

  "Bukan begitu, aku percaya kau tak akan melakukan nya. Aku cuma tak ingin kau membebani nya dengan apa yang ingin kamu sampaikan. Bahkan dengan beberapa pertanyaan yang mungkin akan menyudutkan nya, dan membuat nya ragu dengan apa yang selama ini sudah menjadi impian kita. Kau mengerti maksud ku??" Rio melepaskan kedua tangan nya dan berjalan menjauhkan diri.

  "Aku cuma ingin kalian mendapatkan yang terbaik, itu saja. Dan ini berlaku juga untuk Caca, bukan hanya kamu. Bukan berarti dia tidak baik, bukan! Tapi kakak gak mau kamu salah dalam memilih, ini bukan soal baik atau tidak. Tapi tanggungjawab! Apa Raffi bisa bertanggungjawab atas apa yang sudah menjadi hak dan kewajiban nya sebagai seorang suami dan seorang ayah, nanti? Itu saja... kakak rasa cuma itu yang akan menjadi pertimbangan kakak." 
Aku cukup mengerti, dan aku rasa Rio benar. Tidak ada yang salah dalam hal ini, Rio hanya menginginkan seseorang yang terbaik untuk ku dan Caca, itu saja. Dan aku sangat menghargai itu.

---------
  "Mana adik mu? Sudah jam segini, harusnya dia sudah pulang.." Ucap mama yang mulai cemas memikirkan nya.

Memang benar, harusnya Caca sudah sampai 15 menit yang lalu. Tapi mengapa sampai saat ini belum juga ada tanda-tanda ia datang..?

Aku menepuk pelan punggung tangan mama, "Mungkin sebentar lagi ia sampai. Mama tenang, yah.."

  "Sebaiknya kita tunggu saja." Tambah Rio

  "Mam,,, Apa Dedy juga akan baik-baik saja disana? Aku sangat merindukan nya.."

  "Ohh, gitu...? Jadi mentang-mentang sudah ada Dedy, kamu lupa sama Papi, hmmm??" Aku dan mama hanya tersenyum mendengar nya. Setidaknya ada yang membuat nya tersenyum, hingga Mama tidak terus menerus memikirkan Caca yang tak juga kunjung datang. Mungkin ini juga pertama kali nya bagi mama, melihat kedekatan Rio dan Key. Dan itu cukup membuat mama merasa bahagia, mungkin hanya dengan menunggu satu orang lagi mungkin kita akan terlihat sempurna.

  'Ting..Tong..'
  'Ting..Tong..' key langsung menghentikan aktifitas nya, "Papi, dengar itu??"

  "Ahh.. kamu tunggu disini, biar mami lihat siapa yang datang.."

  "Biar Mbok saja non.." Aku baru saja mau melangkah, tapi Mbok ina menghalau ku. Tapi sudah lah aku mengangguk pelan, mungkin sebaiknya seperti itu.

  "Malam, Mbok..."

  "Eeh, Non Caca! Silahkan masuk, Non. Sini biar Mbok saja yang bawa."

  "Tidak perlu, Mbok. Aku bisa sendiri. Lagi pula ini cuma berkas ringan." Ucap nya saat mulai masuk kedalam rumah dengan beberapa berkas di tangan nya.

  "Tumben Non Caca baru pulang?

  "Kebetulan banyak pekerjaan yang harus diselesaikan."

  "Ohh, begitu. Kebetulan Ibu dan yang lain sudah menunggu diruang tengah."

  'Ting.. Tong..'
  'Ting.. Tong..' bel rumah pun menginterupsi.

  "Sebentar, Non." Mbok Ina pun berjalan kembali untuk membukakan pintu nya. Namun Caca segera menghentikan langkah nya, "Biar aku saja,,," Mbok Ina pun mengangguk paham dan segera masuk kedalam lebih dulu.

  'Ting.. Tong..'
  'Ting.. Tong..' bel pun kembali berbunyi untuk kedua kali nya, hingga membuat Caca bertolak pinggang, "Sebentaaar..."

  "Selamat malam,," Ucap seseorang yang kini berada tepat didepan nya. "Kau..??"

Dengan segera Caca menutup kembali pintu yang sempat di buka oleh nya, namun semua itu percuma. Pria itu menahan kuat daun pintu yang hampir saja menutup sempurna.

  "Marsha, tunggu! Please, aku mohon... Beri aku kesempatan,,," Caca sedikit memberi nya kesempatan untuk berbicara, dan tidak lagi menahan untuk tidak membuka lebar daun pintu yang sedikit menutup.

*
Kita sudah tidak sabar untuk menyantap makanan yang sudah disiapkan beberapa menit yang lalu. Tapi kita masih harus menunggu semua nya lengkap.

Menurut Mbok Ina, Caca sedang menemui seseorang di luar. Namun kenapa hingga detik ini ia belum juga datang. Aku mulai penasaran, sebenarnya siapa yang dia temui?

Aku sengaja pergi untuk menghampiri nya yang menurut penuturan Mbok Ina ada di depan rumah. Dan seperti nya memang benar, Caca terdengar sedang berbicara dengan seseorang. Tapi siapa dia? Kenapa tidak di ajak masuk saja? Dan, tunggu, tunggu!! Mengapa mereka semakin terdengar seperti orang yang sedang beradu argumen. "Caca, apa yang sedang kamu lakukan?" Aku mencoba mendekat kearah nya, "... memangnya siapa yang datang??" Aku menoleh kearah suara itu berasal, dan "...Paul??"

Entahlah, apa yang mereka debat kan sebelum aku datang. Yang jelas saat ini mereka terlihat dingin, sangatlah dingin.

  "Emm, haii.. maaf, aku agak sedikit terlambat. Aku baru saja selesai meeting." Mungkin benar, ia masih terlihat rapih dan masih mengenakan pakaian yang sama saat bertemu dengan ku siang tadi. "...tapi sepertinya aku salah, harus nya aku tidak datang kesini. Sebaiknya aku pergi.." ucap nya tiba-tiba

  "Tunggu, Paul." Aku segera menghentikan nya.

Aku memang sengaja mengundang Paul untuk ikut dinner bersama kami. Mengenal lebih jauh sebagai teman, bukan sebagai partner kerja. Dan aku rasa Paul bisa menjadi teman yang baik untuk ku, dan mungkin juga keluarga ku. Tapi untuk masalah ini, aku sama sekali tidak mengetahui nya. Mengapa semua terasa canggung? "Apa ada yang bisa menjelaskan padaku??" Aku menoleh kearah Caca, namun Ia hanya diam, tidak ada respon. "...Paul?? Kau bisa membantu ku menjelaskan nya??" Paul hanya menggeleng pelan.

  "Ok, tidak ada yang mau menjelaskannya pada ku apa masalah kalian??" Sedikit memaksa, tapi seperti nya percuma juga. "...Sebaiknya kalian masuk, kasian yang lain sudah menunggu. Ayo, Caca, Paul... kita masuk."

*
  "Siapa yang datang, gi..?"

  "Emm mah, kenalkan.. ini Paul, teman kerja ku yang pernah aku ceritakan waktu itu. Dan Paul, ini mama ku."

  "Paul..." ucap nya dengan memberikan salam hormat.

  "Dan ini Rio, kakak ku.."

  "Paul.."

  "Dan ini,, Key, putri kecil ku.."

  "Hai Paman.. nice to meet you.."

  "Nice to meet you too.."

  "Silahkan duduk, nak. Maaf tante tidak bisa menjamu dengan baik."

  "Tidak apa-apa, Tante. Ini semua sudah lebih dari cukup. Terimakasih sudah mengundang saya kesini."

  "Sama-sama, Nagita banyak cerita tentang kamu. Ayo silahkan duduk.." Mama mempersilahkan nya untuk duduk. "....sebaiknya kamu simpan dulu barang bawaan mu itu ke kamar. Dan segera kembali ke sini, kita makan." Ucap mama pada Caca.

Dengan segera Caca pun naik ke atas, menaruh semua barang-barang bawaan nya yang terlihat sedikit merepotkan. Caca mulai menurunkan satu persatu apa yang dibawa nya, dan meletakkan nya di meja rias. Mematutkan pantulan dirinya di cermin. Tak lama kemudian ia duduk dan beralih menompang dagu. Memijat-pijat batang hidungnya dengan pelan, seolah banyak hal yang dipikirkan saat ini. Tapi itu tak berlangsung lama, Caca kembali bergegas turun mengingat panggilan untuk makan malam sudah menginterupsi untuk segera pergi ke meja makan. 
  
  "Nak Paul ini teman sekantor dengan Nagita? Atau..." tanya mama ku yang sudah siap di posisi tempat duduk nya.

  "Tidak, hanya saja perusahaan saya bekerjasama dengan perusahaan tempat dimana Nagita bekerja."

  "Apa nama perusahaan mu..??" Tanya Rio

  "K-Corp MCLink.."

  "Sudah lama disana?"

  "Tidak, saya terhitung baru di dunia bisnis."

  "Lalu, apa pekerjaan mu sebelum nya?"

  "Aku lebih suka mengajar di bandingkan bisnis."

  "Maksud mu dosen???"

  "Mungkin lebih tepat nya seperti itu."

  "Okey.." Rio mengangguk-angguk seolah masih ada yg mengganjal di pikirkan nya saat ini.

  "Ada yang salah dengan profesi ku??" Tanya Paul
  
  "Ahh, tidak! Hanya saja kau terlihat familiar. Apa kita pernah bertemu sebelum nya." Rio mencoba mengingat-ingat, ".... Ahh, sudahlah mungkin aku salah. Dan aku rasa bukan kau orang yang aku maksud."

  "Aku rasa begitu."

  "Maaf, aku telat. Aku ada urusan tadi." Ucap Caca saat melihat semua keluarga nya sudah kumpul di meja makan, tak terkecuali Paul yang kini sudah duduk manis persis disamping nya.

  "Ya sudah, ayo duduk. Oh, iya.. Mama sampai lupa. Kalian tentu belum saling kenal, bukan?? Emm, Nak Paul, kenalkan ini putri Tante, Caca nama nya."

  "Kita sudah saling kenal sebelum nya. Bahkan kami sempat mengobrol..." ucap paul seraya mendelik kearah Caca yang berada persis disebelah nya, "...tidak banyak, hanya aku baru tahu jika Caca ini adik dari Nagita." Lanjut Paul

  "Benar begitu??" Ucap mama yang seolah meminta penjelasan dari nya. Sebelum akhirnya, Caca angkat bicara dan mengiyakan apa yang dikatakan Paul tentang mereka.

  "Dia kakak tingkat ku, dulu. Ya.. cuma itu. Hanya itu yang aku ingat." Jawab Caca.

  "Oke.." Rio mengangguk-angguk paham, "... lalu mengapa tidak kau coba jalani bisnis sebagai sampingan mu? Bukankah semua hal yang berkaitan dengan bisnis itu akan sangat menguntungkan??" Lanjut nya.

  "Emm, aku rasa tidak. Tidak semua bisnis menjanjikan keuntungan. Dan Nagita lebih banyak membantu ku dalam hal ini."

  "Sungguh??" Rio menoleh kearah ku, aku segera menggeleng cepat "Itu tidak benar. Kau berlebihan, Paul." Aku Sedikit meluruskan bahwa tidak semua yang dikatakan nya itu benar. Aku memang pernah bekerja sama dengan nya, tapi untuk membantu hal lain di luar itu aku sama sekali tidak ikut campur.

  "Aunty, are you ok??" Ucapan key membuat orang-orang di sekitar menoleh kearah Caca yang sedari tadi diam tak ikut berkomentar. Entah apa yang ada di pikiran nya saat ini, apa mungkin ini semua ada hubungan nya dengan Paul, orang yang pernah dia temui sebelumya? Bahkan dari bahasa tubuhnya, terlihat seperti ada yang di tutup-tutupi.

  "Tidak." Ucap nya spontan, "....I am ok,," lanjut nya lalu tersenyum.

  "Ya sudah, sebaiknya kita makan. Mama sudah capek-capek masak masa cuma dilihat saja, kan kasian jadi dingin gini makanan nya." Ucap mama yang mulai mengambilkan beberapa makanan kesukaan Rio, sedangkan aku sibuk mengambilkan makanan untuk Key sampai aku sendiri lupa bahwa ada Paul disini.

  "Sayang, coba itu tolong kamu ambilkan buat Nak Paul." Perintah mama kepada Caca, "....Nak Paul harus coba masakan Tante, meski mungkin rasanya sedikit aneh. Mudah-mudahan Nak Paul suka ya.." lanjut nya.

Dengan telaten Caca melayani nya, meski entahlah apa yang kini Caca rasakan sebenarnya. Terlihat santai dan bersikap biasa, menyimpulkan bahwa mereka baik-baik saja. Ya.. aku rasa mereka akan baik-baik saja.

Hingga terasa cukup lama, sampai akhirnya kita selesai makan, dan Mbok Ina pun sudah bersiap-siap untuk membereskan semua.

  "Emm, maaf.. Masih banyak yang harus saya kerjakan. Saya duluan, permisi.." Caca pergi begitu saja, dan aku.. masih terdiam, dan terus bertanya-tanya, apa yang terjadi sebenarnya..?? Namun disaat aku masih memikirkan sesuatu, Paul menyadarkan ku, "Bisa kita bicara sebentar??" Aku mengangguk setuju.

Paul mengajak ku ketempat yang lebih santai untuk sekedar ngobrol. Membicarakan apa yang sedari tadi menjadi pertanyaan di benak ku saat ini, tentang Caca, tentang semua nya. Dan aku cukup terkejut mendengar nya, "Kau serius???" Membuat ku tidak bisa menyembunyikan rasa tidak percaya itu.

  "Maafkan aku, ini benar-benar salah ku. Bahkan aku sama sekali tidak pernah mau mendengar penjelasan nya. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke Amerika, dan memilih untuk menetap disana." Paul tertunduk lemas, terlihat begitu menyesal nya dia. "......aku tahu, aku salah. Tapi aku mohon, ijin kan aku untuk bertemu dengan nya. Aku mau minta maaf. Aku ingin menebus semua kesalahan aku padanya." Lanjut nya dengan segala kerendahan hati.

Aku tersenyum perduli, "Aku mengerti. Tapi aku tidak bisa memastikan kapan waktu yang tepat. Kasih dia waktu, biarkan dia berfikir. Aku yakin Caca pasti punya alasan tersendiri melakukan itu."

Aku menepuk pundak nya pelan,  ".... Bersabarlah." Sedikit memberikan harapan. Meski ku tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya dengan hubungan mereka.

**
Hari begitu saja berlalu, dan aku sama sekali tak pernah menanyakan hal apapun pada Caca tentang apa yang terjadi malam itu. Hingga akhirnya Caca sendiri angkat bicara.

  "Mba.." panggil Caca

Aku masih berkutat pada laptop yang ada dihadapan ku. Tapi aku dengar apa yang Caca katakan pada ku, "Ada apa??"

  "Kau sibuk??" Tanya nya lagi.

  "Emm, tidak. Memangnya kenapa? Ada masalah..??" Aku masih saja fokus dengan apa yang aku kerjakan. Hingga Caca mendekat kearah ku "Aku minta waktu mu sebentar, bisa??"

Seketika aku menghentikan semua aktifitas ku, dan menoleh kearah nya "Okey.."

Aku mengajak nya duduk sambil minum teh di teras belakang. Kebetulan key sudah tidur dan udara di luar pun cukup dingin, hingga aku memilih untuk membuatkan teh hangat untuk nya. "Terimakasih.." Caca pun meminum nya, dan meletakkan nya kembali ketempat semula.

  "Sekarang katakan, ada apa??"

Caca menceritakan semua nya, secara detail. Dari awal hingga akhir pertemuan nya malam itu. Dan dari setiap kronologis yang ia ceritakan membuat aku semakin mengerti tentang kesalahpahaman ini.

Entah siapa yang semestinya ku salahkan. Ekspektasi yang ketinggian, atau semesta yang terlalu terlambat untuk menyadarkan.

Mereka butuh lebih dari sekadar waktu, untuk memahami bahwa mereka sudah tidak seperti dulu lagi. Untuk memaklumi, bahwa hubungan mereka sudah tidak seakrab dulu lagi. Untuk mengerti, bahwa dia sudah tidak seberarti dulu lagi. Khayal masih menerbangkan nya begitu tinggi, tanpa ia sadari bahwa sepasang tangannya akan ada untuk menangkapnya nanti.

Dan aku rasa ini hanya soal waktu. Dimana mereka akan dipertemukan kembali, dan disatukan oleh takdir.

Takdir?? Ya... takdir. 
Apa kalian percaya dengan itu semua??
Mungkin, disaat Kamu tak pernah berharap untuk bisa mencintainya. Namun jika Tuhan yang telah menundukan hati mu untuk memberikan cinta ini padanya, memilihkannya untuk mu, bahkan menentukan hidup mu untuk mendampinginya. Lalu apa yang bisa kamu lakukan??

Kamu tak pernah berharap menanggung rasa ini atas cinta nya padamu. Tapi jika Tuhan telah memberikan rasa ini dan harus kamu tanggung atasnya. Kamu tak akan pernah kuasa mampu mengatur hati mu sendiri kerena Sang Pemilik hatilah yang telah menentukannya. Yang engkau lihat hanyalah sebuah Raga, sedangkan Hati mu sepenuhnya adalah Milik-Nya.

Maka percayalah, jika memang Dia baik untuk mu dan ter untuk keluarga mu, maka bersabarlah semua akan indah pada waktu nya.

Cerita ini hanya fiktif belaka, mohon maaf jika ada kesalahan atau kesamaan nama dan tempatnya

Tuesday, May 10, 2016

Life in future with you--- part 21

Life in future with you--- part 21

 ("Apa mami membawa pesanan ku itu??" Aku pikir, ia lupa dengan apa yang di pesan nya. Tapi aku salah. Key menyantap dengan lahap pizza itu. Aku hanya menggeleng, melihat nya terlalu suka dengan apa yang dimakan nya. Tapi tunggu, aku rasa bukan hanya suka. Dia lapar.
  "Oma, mau..?" Ujar key, dengan masih mengunyah apa yang ada dimulut nya. Aku dan mama hanya terkekeh melihat nya. Sebelum akhirnya caca datang dan berusaha mengganggu nya. Tapi untunglah, itu tak berlangsung lama. Sebelum akhirnya suasana hangat menyeruak dalam ruangan itu. Ruang yang hanya ada kami berempat. Dan itu cukup membuat kami merasa nyaman.)

Pagi ini seperti biasa, aku ke kantor dan menjalankan segala rutinitas ku. Tapi seperti nya aku akan telat untuk tiba disana. Lihatlah, jalanan sudah mulai padat. Bahkan lebih padat dari biasanya. Padahal ini baru jam 07.00 wib, bagimana nanti? Aku tak bisa membayangkan, jika semua kendaraan akan memenuhi seluruh badan jalan, mungkin tak ada lagi cela untuk mobil ku bisa melaju. Untunglah itu semua hanya berlangsung 45 menit, aku baru bisa sampai lobby.
  "Morning Mrs.." Sapaan yang selalu melekat sejak pertama ku menginjakkan kaki disini.
  "Morning.." balasan yang selalu ku lontarkan bersama senyum manis disepanjang ku melewati nya. Entah karena status jabatan ku, atau memang ada hal lain yang membuat mereka melakukan hal seperti itu. Tapi perlu di garis bawahi, bahwa aku tidak pernah menilai seseorang dari status sosialnya, karena aku selalu menghargai apa yang mereka kerjakan. Mungkin itu salah satu alasan nya.
  "Katakan, apa saja jadwalku hari ini?" Fara yang selalu stay dengan agenda ku, membuka cepat apa saja yang sudah terlist di dalam nya. Mengikuti dan berusaha mengimbangi arah langkah ku yang mulai menjauh dari nya.
  "Emm, pukul 09.45 wib akan ada meeting dengan KeelRits & VCrop. Pukul 2 siang nanti akan ada pertemuan dengan Mr. Clark." 
  'Mr.Clark??' Tanpa perlu aba-aba pun aku langsung menghentikan langkah ku begitu saja. 
  "Kau bilang, Mr. Clark??" Fara mengangguk pelan mengiyakan apa yang aku ucapkan.
  "Sudah saya katakan, kita sudah tidak ada urusan lagi dengan nya."
  "Maaf. Saya sudah jelaskan itu sebelumnya. Hanya saja Mr. Clark memaksa. Jika Mrs. Nagita keberatan, biar saya cancel." Jelas fara yang mulai mengimbangi ku. OK! Ini bukan lagi salah nya, fara sudah sangat efisien mengatur jadwal ku dengan sangat rapih.
  "Baiklah, kamu siapkan semua nya. Saya akan tetap menemuinya."

Meletakkan tas di meja, dan menghempaskan tubuh ku ke kursi. Rasa nya aku baru saja selesai mengerjakan beberapa laporan, tapi tunggu! Astaga,, apa yang harus aku lakukan dengan berkas-berkas yang ada di hadapan ku ini?? Sepertinya gak ada yang berkurang sedikitpun, bahkan masih terlihat sama seperti kemarin saat aku melihatnya. 
  'Drtt, drttt..'
  'Drtt, drrttt..'
  "Ya, Hans??"
  ".........................................."
  "Tidak. Hanya saja aku bingung dengan apa yang ada di hadapan ku saat ini. Kau tahu, begitu banyak berkas dimeja ku."
  ".........................................."
  "Baiklah, kau ingin aku melakukan itu??"
  "........................................................."
  "Ya, ya, ya. Aku memang tak pernah menang jika harus melawan mu. Sekarang cepatlah katakan, aku tak punya banyak waktu, Hans."
  "........................................................."
  "Emm---Maafkan aku, Hans. Harus nya aku tak melibatkan mu dalam masalah ini. Aku tak berfikir panjang, bahkan aku tak pernah memikirkan bahwa itu akan mengancam posisi mu. Maafkan aku."
  "........................................................."
  "Terimakasih banyak, Hans. Kau sangat membantu ku. Soal Rio---aku belum bisa katakan ini pada nya."
  "........................................................."
  "Aku tahu, Hans."
  "........................................................."
  "Aku sudah meminta nya untuk pulang, dan seperti nya dia akan kembali. Mungkin, setelah itu akan aku ceritakan semuanya."
  "........................................................."
  "Thanks, Hans. I also hope so..." Aku mengakhiri panggilan itu. Dan mencoba untuk menormalkan kembali pikiran ku.

Ok! Sekarang lihatlah, didepan sana ada setumpuk berkas menanti mu, dan siap-siap memenuhi pikiran mu, yang pasti nya akan sangat menyita waktu. Bersikap profesional lah, Nagita! 
  "Tolong, ke ruangan saya sebentar." Dari yang aku lihat, sepertinya ada yang salah dari laporan keuangan yang aku terima. Apa mungkin aku lupa?? Gak! Aku gak mungkin salah! Lagi pula untuk apa pengeluaran sebanyak ini??
  "Masuk, dan silahkan duduk." Dengan segera laki-laki itu duduk dan terlihat sangat hati-hati.
  "Kamu tahu, mengapa saya memanggil mu kesini??" Laki-laki itu segera menggeleng pelan. Aku bisa membaca dari mimik wajahnya. Seperti nya dia sangat ketakutan. Padahal aku baru saja bertanya hal sepele, dan itu membuat nya takut. Apa wajah ku seseram itu?? Aku rasa tidak!
  "Kamu coba lihat, apa ada yang salah dari laporan ini?" Dengan segera ia membuka map kuning yang berisikan laporan nya.
  "Saya rasa tak perlu membaca nya hingga selesai. Jika kamu mengerti dengan apa yang kamu kerjakan, itu tidak akan se-fatal ini. Kamu mengerti kan maksud saya??" Sedikit menekan kan, tidak bermaksud menyudutkan.
  "Emm, mengerti. Hanya saja saya masih belum begitu paham mengenai pembukuan yang ada di perusahaan ini. Mungkin, karena saya baru menemui hal seperti ini." Ujar laki-laki itu 
  "Memang selama ini kamu berkerja dimana? Saya rasa semua perusahaan menggunakan teori yang sama."
  "Dulu saya di bank. Mungkin itu yang membuat saya bingung untuk penempatan antara debit dan kredit." Sekarang aku baru mengerti apa masalah nya.
  "Maaf sudah membuat ibu kecewa dengan hasil saya. Secepatnya, akan saya perbaiki." Lanjut laki-laki itu lagi.
 
  "Sorry, Mrs. Nagita receiving guests. Can leave a message?" Ucap fara
  "................................."
  "I'm sorry Sir, but------"
  "................................."
  "Ok, wait a minute" lanjut nya

  "Setidaknya kalo kamu belum mengerti, dan paham mengenai pembukuan mungkin bisa langsung menanyakan hal ini pada saya. Tak usah sungkan, karena saya pun dulu pernah berada di posisi mu. Kamu...."
Tut.....tut.. 
  "Ya, fara kenapa? Kau tahu apa yang sedang aku lakukan, bukan? Tidak bisakah kau meminta nya untuk meninggalkan pesan? Apa...? Baiklah tunggu sebentar. Ken, sekarang kamu boleh pergi. Saya akan meminta patrick untuk mengawasi kerja mu."
  "Terimakasih, saya permisi." Ujar nya. Aku menyandarkan tubuh ku ke kursi. Rasa nya baru beberapa jam saja aku disini, tapi seakan cukup lama bagiku. Tunggu, seperti nya aku lupa sesuatu.
  "Fara, apa dia masih menunggu ku? Apa dia berkata sesuatu? Baiklah sekarang sambungkan line itu, aku ingin berbicara dengan nya." Dengan ragu aku menjawab 'hallo'.
  "........................................................" DEG, Suara itu..?? Ya.. seperti nya aku mengenal suara itu.
  "........................................................" Sudah tidak diragukan lagi, itu memang benar suara nya.
  "Piere! Kau kah itu??"
  "........................................................" 
  "Katakan apa maksud mu? Aku tak punya banyak waktu, Piere!"
  "........................................................"
  "Cepat katakan apa mau mu?!"
  "........................................................"
  "Kau gila, Piere!! Apa kau lupa sesuatu? Apa perlu aku ingatkan kembali, hah? Kau ini----"
  "............................................."
  "CUKUP, Piere!!! Kau benar-benar sudah tidak waras! Aku kecewa, Piere! Ternyata selama ini aku salah menilai mu!" Aku segera menutup telephone itu dengan kasar. Emosi ku memuncak, dan aku enggan untuk berbicara lebih lama lagi. Semakin aku mendengarkan nya, semakin aku cemas memikirkan nya. Dan lagi-lagi...
  'Tut.... Tut ....'
  "Apalagi, Piere!! Belum puas kah kau mengganggu hidup ku, hah...??"
  "Nagita..? Apa kau baik-baik saja?" Aku terhenyak, sadar akan siapa yang sedang berbicara dengan ku. Mengapa aku bisa mengira itu, Piere??
  "Ma-maafkan aku. Aku pikir-----sudahlah, Apa kamu baik-baik saja disana??" Aku menyeka airmata yang sempat mengotori wajah ku. Aku tak ingin jika raffi mengetahui hal itu.
  "Hey, bukankah itu pertanyaan ku? Dan kamu belum jawab pertanyaan ku!" Harus kah aku mengatakan nya,,,?
  "Aku---aku----"
  "Piere,,! Kamu bilang, Piere?? Apa dia menganggu mu?? Katakanlah, apa yang sudah ia lakukan?" Seakan menginterogasi ku dengan beberapa pertanyaan seputar piere. Tapi aku tak mungkin menceritakan itu sekarang.
  "Tidak! Hanya saja aku takut terjadi sesuatu pada mu. Katakanlah, apa kamu baik-baik saja disana? Apa dia bersikap baik pada mu?" Raffi terkekeh pelan, apa ada yang salah dari pertanyaan ku tadi?? Aku rasa tidak!
  "Sungguh ini tidak lucu, Raffi! Aku cemas, mengapa kamu seolah tak menyadari itu..?" Aku benar-benar tak mengerti. Apa kecemasan ku selama ini tak berarti apa-apa untuk nya??? Bahkan raffi seolah menertawakan ku.
  "Maaf, kamu jangan marah. Aku sama sekali tak bermaksud seperti itu, percayalah. Hanya saja aku tak bisa menutupi rasa bahagia itu saat ada wanita yang terlihat begitu mencemaskan ku. Percayalah, Piere tak akan berani melukai ku." Ujar nya
  "Apa kamu yakin, bahwa dia akan bersikap seperti itu. .?"
  "Aku kenal dia, dan aku percaya... dia tak akan pernah melakukan itu. Kalaupun itu terjadi, mungkin ia hanya ingin bermain-main dengan ku, itu saja."
Kamu terlalu baik, raffi. Bahkan kamu terlihat sangat polos. Apa kamu tak sadar dengan apa yang piere lakukan selama ini? Bahkan dia bisa saja melakukan hal yang lebih dari ini. Dan aku tak bisa membiarkan itu terjadi. 
  "Kamu masih disana??" Aku tersadar, dan mulai menepis semua anggapan itu. Ya Tuhan, jauhkan pikiran buruk tentang mereka berdua. Aku tak ingin sesuatu yang buruk itu terjadi.
  "Sayang,,?? Apa kamu baik-baik saja?" Ucap raffi lagi
  "Emm, Raffi------"
  "Ya..? Kamu ingin berkata sesuatu??" 
  "Kembali lah, untuk aku dan anak kita." Entahlah, aku hanya ingin berucap itu pada nya. Meski mungkin wajah ku kini mulai blushing akibat ucapan ku itu. Setidak nya aku sangat mengharapkan ia kembali secepat nya.
  "Pasti. Itu pasti! Baik-baik disana. Aku akan menghubungi mu lagi, nanti."
  "Take care. Bye.."
✩✩✩✩✩✩✩
  "Kau tenang saja, aku sedang bersama nya." Key menoleh kearah caca yang kini berada disamping nya.
  "She call you..?" Caca langsung tersenyum dan mengangguk pelan.
  "If she asks for something. Say, i'm fine." Key tersenyum kearah nya, menunjukkan deretan gigi yang terlihat sangat rapih.
  "Ya.. Dia terlihat sangat bahagia. Tidak. Kau tak usah khawatir, aku akan menjaga nya. Ya.." ucap caca sebelum akhirnya ia menutup panggilan itu. Akhir-akhir ini aku memang tak bisa menemani nya untuk bermain, bahkan untuk menjemputnya di sekolah pun rasanya tidak ada waktu. Hingga aku harus mengutus caca untuk menggantikan ku untuk sementara waktu.

  "Key..?" Caca pun menoleh ke arah key yang terlihat asik dengan dunia nya. Entah ini cuma perasaan nya saja, ataukah memang benar ada nya. Key terlihat berbeda, diam, dan tak bersemangat. Seperti itulah gambaran key saat ini.
  "Kamu lapar?? Kita akan cari makan di daerah sini. Kamu punya ide, untuk makan apa siang ini??"
  "Aku tidak lapar." Ucap key yang masih fokus dengan apa yang dimainkan nya tanpa menoleh kearah caca yang berharap merespon nya dengan baik.
  "Kamu tak ingin bercerita sesuatu? Emm, tentang sekolah mu mungkin??"
  "Tidak. Bisakah aunty mengantar ku pulang??" key mulai menatap kearah caca. Seolah memohon pada nya. Tak biasa nya key seperti ini. Menolak ajakan caca dan meminta nya untuk segera pulang. Biasanya key selalu senang bila caca ajak jalan-jalan atau sekedar makan siang bersama. Namun, saat ini...?? Caca tersenyum dan mengangguk cepat.
  "Ya, aku akan mengantar mu pulang. Bersabarlah.." Ucap caca yang mengusap lembut ujung kepala key dengan penuh sayang. Mungkin, ia perlu waktu untuk bisa buka suara tentang apa yang sedang dirasakan nya saat ini. Mungkin saja ia lelah. Ya.. sepertinya ia lelah.

  "Mbok, tolong siapkan makanan. Dan sekalian bawa ke kamar nya."
  "Baik, non." 
Caca mencoba untuk mengambil ponsel nya. Dan langsung men-dial nomor yang sudah ter-save didalam nya. Namun hingga 3 kali, tak ada jawaban dari apa yang dilakukan nya.
  'Apa aku harus menelpon nya??' Caca langsung menggeleng cepat.
  'Tidak.. tidak! C'mon caca, kamu bisa melakukan nya. Ya.. aku bisa! Oke!'
  "Maaf non, makanan nya sudah siap. Apa-----" belum juga selesai bicara, caca langsung memotong nya.
  "Biar aku saja yang mengantarkan nya. Terimakasih sudah merepotkan." Caca segera mengambil alih apa yang ada sudah disiapkan oleh mbok ina. Semangkuk sup, sepiring nasi dan segelas air putih sepertinya cukup untuk key bersantap siang.

  "Boleh aku masuk??"
  "Um'humm.."
  "Apa yang sedang kau lakukan, sayang..?" Seraya meletakkan apa yang caca bawa di tempat yang sudah tersedia disana.
  "Umm, Nothing." Ucap key sekena nya. Caca tersenyum kearah nya, mengusap ujung kepala nya.
  "Sekarang kamu makan, yah? Aunty bawa makan siang untuk mu." Key menatap sendu. Wajah nya terlihat pucat, seakan tak bersemangat.
  "Aku tidak lapar." Ucap key
  "Why ..? What do you something??" Ia terdiam, bahkan enggan bergeming. Ia hanya menunduk, sesekali ia memilin selimut dengan kedua tangan nya dan itu terjadi berulangkali.
  "Key..??" Caca mencoba merengkuh kedua tangan nya, menangkup wajah kecil dengan kedua tangan nya. Caca merasa ada sesuatu yang menjalar dikedua telapak tangan nya. Seperti sengatan listrik, sangat panas.
  "Kau demam? Ya Tuhan, panas sekali badan mu..! Kamu tunggu disini, aunty akan ambilkan sesuatu."
  "Cepatlah." Ucap key. Tak ada yang bisa ia perbuat selain mengukur suhu badan nya. Dengan cepat caca membuka kotak putih yang bertuliskan P3K. 
  "Sekarang buka mulut nya. Dan biarkan untuk beberapa detik saja."
  "Hmmm.."
  "Tenang lah, semua akan baik-baik saja." Entah apa yang harus caca katakan pada nya. Ia cuma berusaha menghibur untuk menutupi rasa ke khawatir an nya.
  "Ya Tuhan.. bagaimana mungkin suhu badan nya 39°C? Sedangkan ia terlihat baik-baik saja?" Gumam caca.
  "What happen to me?"
  "Mmm,, tidak. Hanya saja suhu badan mu sangat tinggi. Apa kau merasa pusing atau mual, mungkin?"
  "Um'humm..." key menggeleng cepat.
  "Baiklah, aunty akan telephone mami. Ia harus tahu kondisi mu sekarang."
  "Don't do it. Don't be afraid." Lihatlah, kedua tangan kecil nya memegangi lengan caca dengan kuat.
  "I'm ok." Lanjut nya.
  "Tapi, key-----"
  "Please, don't tell this to her. I don't want to upset her." Diurungkannya niat itu, dan kembali menatap kedua pasang mata yang begitu teduh menurut nya.
  "Are you okey?" Kekhawatiran itu terlihat jelas pada caca. Namun itu semua segera di tepis oleh nya, key selalu meyakinkan nya bahwa ia akan baik-baik saja.
  "Um'humm.. I just need a break. Maybe it would be better." 
  "Ya.. That's better." Caca merengkuh tubuh kecil itu ke pelukan nya. Memberi kehangatan yang seharusnya ia dapatkan dari seorang ibu. Hingga ia merasa tenang dan bisa terlelap di pelukan nya.
------------------
  "Kamu sudah bangun? Katakan apa yang sakit, hmm??" Aku mendekatkan wajah ku ke wajah nya. Mengusap lembut punggung tangan nya, menempelkan telapak tangan di kening nya. Syukurlah, kondisi nya kini berangsur membaik. Panas nya pun mulai berkurang. Setidak nya aku bisa lebih tenang meski itu belum sepenuhnya membuatku lega.
  "That's better." Ucap key tersenyum.
  "Lihatlah, apa yang mami bawa. Mami sudah buatkan makanan kesukaan mu." Key mengalihkan pandangan nya pada apa yang aku bawa.
  "Beef stick, lemon tart and creme brulee." Aku tahu, key sangat menyukai itu. Dan aku sengaja menyempatkan waktu buat itu semua. Aku kelewat panik saat mendapat kabar key sakit. Bahkan saking panik nya aku meninggalkan ruang rapat begitu saja.

Key jarang sekali sakit, bahkan bisa dibilang 'tidak pernah'. Mungkin karena aku sangat protektif dalam hal apapun itu, bahkan aku selalu menjaga asupan makanan yang cukup untuk nya karena aku tak ingin dianggap lalai sebagai seorang ibu. Tapi kenyataannya, aku gagal. Aku lalai dengan apa yang seharusnya menjadi kodrat ku sebagai ibu. Menjaga dan merawat nya dalam kondisi apapun itu.
  "Mami suapin yah??" Key mengangguk. Dengan sigap aku membantu nya untuk bersandar. Menyuapi nya dengan sabar, mulai dari suapan pertama, kedua, hingga untuk kesekian kali nya. Entah mengapa aku jadi ingat sesuatu. Sesuatu yang masih melekat di ingatan ku, hingga saat ini.
  "Kau menangis..??" Lihatlah, sentuhan lembut yang mengenai pipi ku begitu hangat terasa. Aku menahan nya agar lebih lama, dan mengecup punggung tangan nya. Aku belum bisa melepaskan bayang-bayang key diwaktu kecil. Saat ia menangis dan merengek minta susu, disaat ia jatuh hanya karena ingin berjalan kearah ku. Mungkin dari banyak nya moment itu, 1 hal yang hingga saat ini kadang aku masih belum bisa mempercayai itu. Hingga kata pertama yang terucap dari bibir nya membuat ku sadar, bahwa aku 'seorang ibu'.
  "Mom..?"
  "Hmmm....??" Sejenak ia terdiam. Memandang ku dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.
  "Kau sakit? Katakan, apa nya yang sakit. Apa kau pusing..? Kalo perlu mami akan antar kamu ke rumahsakit." Lihatlah begitu khawatirnya aku. Tapi lagi-lagi key menahan ku. Dan menarik ku dalam peluk nya.
  "No!! I'm so sorry, I've made you anxious." Key mendongak kan wajah nya "Aku mohon, jangan lakukan itu. I just need a break, ya.. just a break." Lanjut nya. Dengan sangat terpaksa aku menjawab.
  "Oke,, tapi dengan 1 syarat." Key merenggangkan pelukan nya itu, dan beralih menatap ku.
  "Katakan apa syarat nya..?" Ucapnya yang mulai penasaran.
  "Emm, cukup mudah. Kau habiskan makanan ini dan istirahatlah."
  "Emm, baiklah. Aku rasa itu hal yang mudah.. hehe." Dengan lahap, ia menghabiskan apa yang aku buat untuk nya. Setidaknya aku percaya bahwa semua akan baik-baik saja. Mungkin benar apa yang di katakan nya, bahwa ia hanya butuh istirahat.
  "Mam, apa selama ini aku selalu merepotkan mu..?" Ucap nya disela-sela waktu menjelang istirahat nya.
  "Mengapa tiba-tiba bicara seperti itu, hmm??"
  "Tidak. Aku rasa begitu."
  "Heyy, listen to me. Tidak ada seorangpun ibu yang merasa keberatan untuk menjaga dan merawat putra-putrinya dengan baik. Dan mami rasa, mami gak pernah merasa direpotkan oleh mu. Sama sekali tidak!"
  "Sungguh??"
  "Tentu. Berjanji lah untuk selalu menjadi peri kecil mami, yang selalu ada untuk mami, kapan pun dan dimana pun." Key melemparkan senyuman nya, memperlihatkan deretan gigi nya yang nampak rapih.
  "Pinky promise.." 
  "Emm,,,," Aku menggantungkan jawaban ku, seraya meletakkan jari di dagu ku.
  "Ayo lah, mami! Berjanji lah untuk ku." Lihatlah, dia terlihat sangat lucu. Bahkan saat dia mengerucutkan bibir kecilnya, aku tak bisa lagi menahan untuk membawa nya kedalam pelukan.
  "Tanpa kamu minta, mami akan lakukan itu sayang..."
  "So...??"
  "Pinky promise.."
——————
Kicau burung menyapa semesta nya. Menyambut pagi yang hendak berganti siang.
  "Terimakasih, kau sangat membantu ku. Aku tahu ini bukan waktu yang tepat. Bahkan menjelang hari bahagia mu, aku masih terus saja merepotkan mu. Itu pasti!! Kau tenang saja, aku pasti akan melakukan nya." 
Aku duduk sambil mengaduk-aduk secangkir coklat panas yang sengaja aku buat. Mencicipi nya secara perlahan dan meletakkan kembali diasalnya. Menyenangkan, bukan..??
  "Bagaimana keadaannya?? Apa dia sudah baikan??" Tiba-tiba saja mama datang dan menanyakan hal itu kepada ku.
  "Maafkan mama, semalam handphone mama mati. Mama sudah coba hubungi kamu lewat pak teddy, tapi sama sekali gak ada signal disana. Lalu bagaimana kondisi nya? Cucu mama baik-baik saja kan?? Apa kau sudah mengantarnya ke rumah sakit? Lalu apa katanya..??" 
  "Mah.. tenang lah! Minumlah dulu." Aku menyodorkan secangkir coklat milik ku. Setidaknya bisa membuatnya lebih tenang.
  "Minuman apa ini, pahit!!! Tapi sudahlah, mama gak ingin membahas nya. Kembali ke pokok pembicaraan sebelumnya. Sekarang jawab pertanyaan mama!"
  "Key baik-baik saja. Dia memang sempat demam tinggi, tapi itu tak berlangsung lama."
  "Ahhh... syukurlah. Mama lega mendengarnya."
  "Diagnosa awal menunjukkan bahwa daya tahan tubuh nya menurun. Mungkin faktor kelelahan salah satu nya. Tapi tenang saja, dokter sudah memberikan obat dan vitamin untuk nya. Kita tinggal tunggu hasil lab nya.
  "Ya Tuhan.. Sejauh itu..??"
  "Aku cuma ingin memastikan,, apa benar dia baik-baik saja." 
  "Lalu dimana dia?? Mama ingin bertemu dengan nya."
  "Ia ada dikamar, sedang istirahat. Masuklah mah, ia pasti senang ."

Cerita ini hanya fiktif belaka, mohon maaf jika ada kesalahan atau kesamaan nama dan tempatnya.

Sunday, April 17, 2016

Life in future with you--- part 20

Life in future with you--- part 20

 ("Terimakasih kamu mau mengerti aku. Aku pasti sangat merindukan kalian. Emm,,, Sudah saat nya aku harus pergi. Aku titip salam untuk nya, sampaikan maaf ku karena dalam waktu dekat ini aku gak bisa menemani nya bermain."
Aku tersenyum kearah nya, mengiyakan apa yang raffi katakan kepada ku. Hingga saatnya raffi mulai masuk kedalam mobilnya, bahkan sampai mobil tersebut tak terlihat lagi. Mungkin ini ujian untuk kita. Ujian untuk menjadi seseorang yang jauh lebih baik lagi. Kadang, apa yang terlihat biasa-biasa saja, baru akan terasa berharga jika kita benar-benar kehilangan nya. Itulah yang aku rasakan saat ini, karena raffi,, amat sangat berharga untuk ku...)

Untuk saat ini,, bahkan mungkin nanti,,, dan aku percaya, ini sementara. Raffi pasti akan kembali, ya.. dia akan kembali! Ibarat sebuah cerita yang aku baca dari sebuah novel, tak ada yang lebih baik dan lebih indah dari sebuah ranting pohon yang kau temui pertamakali. Meski banyak jenis rupa, namun itu semua tak berarti apa-apa, karena aku akan tetap memilih nya.
--------
Dua pekan sudah raffi pergi meninggalkan jakarta, meninggalkan aku, bahkan meninggalkan key yang entah bagaimana lagi aku harus menjawab semua pertanyaan-pertanyaan nya. Ku pandangi layar kaca di ponsel ku, dari menit ke menit, berharap ada panggilan masuk dari nya. Jujur, aku tak pernah sesering itu mengontrol siapa saja yang menghubungi ku hari ini. Bahkan kotak masuk pun begitu intens aku buka. Berharap ada pesan masuk untuk sekedar memberi kabar bahwa ia baik-baik saja disana. Bukan karena aku tak bisa jauh dari nya,,, bukan pula aku takut raffi berpaling pada wanita lain yang mungkin jauh lebih menarik dari ku. Tapi, sungguh.. bukan itu!
---------
  "Ra, apa kamu sudah menyiapkan laporan untuk meeting kita sore ini??" Ucap dinar
  "Sudah bu."
  "Bagus! Sekarang, apa nagita ada diruangan nya?? Aku ingin mengajaknya keluar, apa dia sudah ada janji sebelum nya??" Fara langsung membuka agenda nya.
  "Emm, sepertinya tidak." Ujar fara
  "Okey, sebaiknya sekarang kamu istirahat." Dinar tersenyum kearah nya dan mulai berjalan masuk menemui ku.

  "Kamu sakit...?? Wajahmu pucat." Aku menoleh ke asal suara itu. Begitu nyaring di telinga ku. Dan benar saja, ia sudah duduk manis di samping ku.
  "Aku cuma lelah. Sejak kapan kamu disini??" Dinar mengernyitkan kedua alis nya dan berbaring di sampingku. Hening, itu yang kami rasakan saat ini. 
  "Apa aku pun akan sama seperti itu??" Tiba-tiba saja dinar bersuara. Dan aku sama sekali tak mengerti apa yang diucapkan nya.
  "Aku tak bisa membayangkan, jika itu terjadi pada diri ku. Apa aku akan tahan seperti mu..??" Dan lagi-lagi dinar menoleh kearah ku, tatapan nya yang begitu sulit ku artikan. Aku rasa ada ke khawatiran yang begitu mendalam pada dirinya saat ini.
  "Kamu ini bicara apa?? Jangan berfikir jauh seperti itu."
  "Aku hanya belajar untuk berfikir logis. Apa aku salah??" Aku sempat terkekeh melihat nya. Aku tahu, apa yang ia rasakan saat ini. Mungkin ia hanya perlu waktu untuk menenangkan diri dari ke khawatiran nya itu.
  "Percayalah, restu itu bukanlah monster. Dia pasti menyayangi mu dan tak akan pernah meninggalkan mu." Aku hanya berusaha membantu menenangkan suasana hati nya yang mungkin sedang gelisah menjelang hari bahagianya.
  "Kamu se yakin itu?? Tapi aku rasa tidak. Dia itu seorang TNI. Dan mana mungkin aku bisa menolak kepergiannya saat dia diminta untuk bertugas ke luar kota..?? Dan pastinya, itu akan lebih mengerikan dibandingkan hidup mu sekarang ini." Ujar dunar, seperti nya ia benar-benar gak mau kalah. Tapi aku gak akan memancing perdebatan ku dengan nya. Aku tahu itu cuma perasaan takut nya saja, dan perlahan mungkin rasa itu akan hilang dengan sendiri nya.
  "Sudahlah, lebih baik kamu pikirkan bagaimana konsep pernikahan mu yang tinggal menghitung hari. Apakah semuanya sudah selesai kau urus?" Dinar menepuk dahi nya hingga terdengar begitu nyaring dan meninggalkan bekas merah di kening nya.

  "Bagaimana cerita nya kamu bisa lupa akan hari bahagia mu itu? Ingat dinar, 3 minggu lagi. Ya 3 minggu lagi." Aku ingat jelas bahwa dinar akan menikah dengan restu, dan itu dalam waktu dekat. Harusnya semua persiapan sudah selesai, tapi sepertinya...
  "Aku mau kamu temani aku ke tempat Om Mike." Paksa dinar yang buru-buru bangkit dari tempat singgah nya.
  "Untuk apa...??"
  "Aku belum sempat memberikan alamat jelas dimana acara resepsi itu akan digelar." Dinar terduduk lemas, dan aku terkekeh sambil menggeleng pelan.
  "Ayolah, Om Mike sudah menghubungi ku beberapa hari yang lalu, tapi aku lupa untuk memberi tahu kepada nya." Ujar dinar, sungguh aku ingin tertawa melihat wajah nya yang memelas itu. Untung dia sahabat ku, kalau tidak...
  "Ayo lah, beib.." rajuk dinar lagi
  "Sekarang??"
  "Taun depan! Kamu ini...!" Dinar mendengus kesal kearah ku. Aku hanya tersenyum geli melihatnya. Apa ada orang pelupa akut seperti nya?? Aku rasa hanya dia.
----------
  "Baiklah om, nanti akan aku ajak restu kesini. Lagi pula om ini tahu kan kalo restu itu sibuk?" Ucap dinar yang membereskan isi tas nya yang agak sedikit berantakan.
  "Ya. Tapi kamu tetap saja memilihnya. Ngomong-ngomong kamu sendiri kesini.. ??"
  "Emm... Astaga! Aku lupa,, gigi!" Rupanya ingatan dinar benar-benar terganggu, bahkan mungkin ingatannya kini turun 1 tingkat lagi, waspada.
  "Kamu ini dinar, lagi pula di luar itu panas, apa kamu gak kasihan pada nya..?" Aku senyum kemenangan, karena om mike membela ku.
  "Gak apa-apa om. Oh iya, Om apakabar?? Lama tak bertemu dengan om." Aku mengulurkan tangan, dan disambut cepat oleh om mike yang kini ada di hadapan ku.
  "Seperti yang kamu lihat saat ini, sangat baik bukan?? Lalu, bagaimana kabar mu? Om dengar kamu tinggal lama di australi, benar begitu?" Aku mencubit pinggang dinar yang tepat berada disebelah ku. Dinar meringis, seolah mengiyakan bahwa ia bercerita banyak tentang ku. 
  "Kamu kerja disana? Atau--"
  "Aku kerja disana om. Dan setelah penantian panjang, akhirnya aku bisa dimutasi kesini." Cepat-cepat aku menjawab nya, aku harap tak ada pertanyaan lagi dari nya.
  "Tapi kamu tak meninggalkan sekolah mu itu kan?"
  "Dia ini S2 om, jadi om tenang saja." Om mike mengangguk-angguk tanda mengerti. Untunglah, jawaban dinar sedikit membantu ku.

  "Lihatlah, sudah ada beberapa design yang akan aku pilih nanti. Apa kamu mau memilihkan nya untuk ku??" Dinar memberikan ku beberapa contoh undangan. Dan aku hanya menggeleng-gelengkan kepala.
  "Kenapa?? Kamu tidak suka dengan apa yang aku pilih??" Ujar dinar
  "Bukan,, bukan itu. Tapi sebaiknya kau berikan ini pada restu, calon suami mu."
  "Tapi dalam hal ini aku lebih mempercayai mu." Ucap dinar, om mike hanya tersenyum melihat kelakuan dinar yang seperti itu. Dan langsung beralih pandang ke arah ku.
  "Lalu kapan kamu akan menyusul dinar, gi??" Aku terbelalak mendengar pertanyaan nya. Aku diam. Dan tiba-tiba saja dinar menjawab pertanyaan nya itu.
  "Secepatnya.." aku mencubit pinggang dinat untuk kedua kali nya. Dan ia meringis kesakitan.
  "Jangan percaya dengan ucapan dinar, om."
  "Memangnya kenapa? Kamu tak ingin cepat-cepat menyusul ku?? Aku akan meminta nya untuk segera melamar mu! Bila perlu, kalian akan menikah di hari yang sama dengan ku. Gimana??"
  "Dinar! Hentikan omong kosong mu itu!" Bisik ku pelan.
  "Emm, baiklah. Sepertinya kita harus kembali ke kantor." Dinar segera mengakhiri pertemuan nya dengan om mike.  
  "Padahal, Om masih ingin berbincang-bincang dengan kalian. Tapi sudahlah,,," Ucap om mike
  "Mungkin lain kali." Balas dinar
  "Baiklah. Kalian hati-hati dijalan. Dan gigi, sampaikan salam om pada mama mu." Aku mengangguk pelan seraya tersenyum kearah nya dan meninggalkan tempat itu menuju kantor.

  "Kamu masih memikirkan tentang ucapan ku tadi? Sungguh, aku tak bermaksud seperti itu." Ucap dinar
  "Gak, aku cuma----sudahlah, aku gak ingin membahasnya sekarang." Dinar mengangguk paham dengan apa yang aku rasakan saat ini. Mungkin aku akan menceritakan pada nya, tapi nanti. Sekarang aku harus kembali pada tanggungjawab ku. Memimpin jalan nya rapat, karena aku harus menuntaskan proyek itu. Hampir 2 jam aku berada di ruang itu. Ruangan yang hanya ada beberapa orang saja disana termasuk aku. Dan itu cukup membosankan bagi ku. Hingga menit-menit terakhir, aku bisa bernapas lega. Akhir nya aku bisa tersenyum puas atas apa yang aku lakukan selama ini..
  "Kerjasama yang baik. Sayang sekali Mr. Paul tidak bisa hadir di acara ini. Tapi beliau tak lupa untuk mengucapkan banyak terimakasih kepada anda." Aku mengangguk dan tersenyum kearah nya. Aku mengerti, mungkin ia sedang ada urusan lain. Hingga ia melewatkan begitu saja moment ini. Suatu moment yang harusnya kita syukuri bersama. Tapi itu bukan masalah untuk ku.
  "Sekali lagi kami ucapkan terimakasih atas kepercayaannya selama ini. Dan-----Sampaikan salam saya untuk nya."
  "Akan saya sampaikan.."
---------
Aku menghempaskan tubuh ku ke sofa. Ku pejamkan mata ini, namun tiba-tiba saja nama itu muncul di pikiran ku..? Bahkan nama itu kini mulai memenuhi sebagian otak ku. Mengapa harus dia?? Aku bernapas gusar. Memikirkan apa yang harus aku lakukan selanjutnya. Ku menoleh kearah ponsel yang sedari tadi menyala. Dan ku lihat panggilan itu lagi. Aku segera mengarahkan ponsel itu ke telinga.
  ".............................."
  "Ya..."
  ".............................."
  "Baiklah, terus awasi mereka. Aku akan menghubungi mu beberapa saat lagi." Aku segera menutup pembicaraan itu, semenjak aku tahu keberadaan dinar yang kini mulai berjalan kearah ku.

  "Apa ada sesuatu..?" Aku bermaksud menanyakan kepentingan nya kesini. Tapi dinar malah menatap ku tajam.
  "Apa kamu sama sekali tak ingat sesuatu..?" Bisik dinar yang membuat ku bergidik mendengar nya.
  "Kamu hutang cerita pada ku." Dengus dinar. Aku mengangguk. Kini aku mengerti maksud dan tujuan dinar kemari.
  "Apa kamu masih memikirkan ucapan ku itu..?" Ujar dinar
  "Tidak. Hanya saja aku memikirkan apa om mike akan percaya dengan omong kosong mu itu..?"
  "Heyyy.. mengapa kau berfikir seperti itu..?? Pastinya om mike akan percaya pada ku." Ucap dinar, aku hanya menunduk dan terduduk lemas.
  "Kamu tahu kondisi raffi saat ini? Aku takut, kehadiran aku dan key hanya akan menambah beban pikiran nya. Dan itu akan membuatnya berpikir keras. Aku tak ingin itu terjadi."
  "Aku mengenal, raffi. Dan aku cukup tahu bagaimana ia berjuang untuk mempertahankan semua itu. Raffi tak pernah menganggap kalian berdua sebagai beban dalam hidupnya. Jadi, kalo menurut ku jangan pernah berfikir seperti itu." Ujar dinar. Aku bernafas gusar. Bertanya-tanya dalam hati, apakah benar seperti itu..?
  "Gigi,, aku mengerti perasaan mu saat ini. Aku hanya menyarankan, tetaplah ada disampingnya, apapun itu kondisi nya. Jangan pernah tinggalkan dia, sekali pun kamu tak suka dengan apa yang dia lakukan." Aku mengangkat wajah ku, menatap nya dengan nanar. Aku tak percaya dinar bisa berbicara seperti itu.
  "Heyy, apa kau baik-baik saja??" Aku mulai mengerjap-kerjapkan mata, teringat kembali akan nama itu. Nama yang mulai mengalihkan perhatian ku.
  "Dinar,, apa kau tahu sesuatu tentang 'Piere'?" Dinar mengernyitkan kening nya. Dan sepertinya ia masih belum mengerti kemana arah pembicaraan ku saat ini. Sebelum akhirnya ia angkat bicara.
  "Piere Damn---? nama itu begitu familiar di telinga ku. Tapi sayangnya, aku sama sekali tak begitu mengenalnya. Yang aku tahu, ia masih sepupu raffi yang merupakan anak tunggal sekaligus pewaris tahta dari seluruh kekayaan milik Mark Damn. Memangnya kenapa, apa tujuan mu menanyakan hal itu pada ku..?" Dinar berbalik tanya pada ku.
  "Gak,, aku cuma ingin tahu hal itu." Aku segera menepisnya. Aku gak boleh menceritakan hal ini pada siapapun, termasuk dinar.

  "Lihatlah, ponsel mu menyala." Rupanya key menelpon ku. Dan.. ahh, kenapa aku ikut pelupa seperti ini. Key pasti menanyakan keberadaan ku.
  "Iya sayang?"
  "..................................."
  "Mami baru saja selesai meeting, secepatnya mami akan pulang."
  "..................................."
  "Iya, mami akan bawakan untuk mu. Ok, see you.."
  "Apa katanya..??" Ujar dinar
  "Aku harus segera pulang. Dia sendirian dirumah." Aku segera membereskan meja kerja ku yang sedikit berantakan.
  "Memangnya mama mu kemana?" Tanya dinar lagi.
  "Ada, tapi sesekali ia hanya ingin berdua dengan ku."
  "Okey,," dinar mengangguk mengerti.
  "Kamu masih ingin berlama-lama disini?"
  "Enak saja, aku juga ingin pulang cepat seperti mu. Lain kali aku ikut pulang bersama mu yah?? Aku ingin bertemu dengan nya.." Aku hanya terkekeh melihat nya.
  "Baiklah, aku duluan ya.." aku segera menuju mobil ku, dan bergegas untuk pulang kerumah.
--------
  "Kamu sudah pulang,,??" Ku lihat mama yang sedang duduk di ruang tengah dengan majalah ditangan nya. Aku berjalan kearah nya, dan duduk disamping nya.
  "Iya mah."
  "Apa yang kamu bawa..?" Mama menoleh kearah tangan ku yang masih menjinjing kresek putih bertuliskan 'pizza hut'.
  "Emm, hanya makanan kecil untuk nya." Aku meletakkan nya diatas meja. Dan aku kembali mendekat kearah mama.
  "Mah,,,,,," aku ingin mengatakan nya, tapi TIDAK! Aku langsung mengurungkan niat ku itu.
  "Apa yang ingin kamu katakan, hmm?" Ujar mama
  "Emm, tidak." Aku segera menepis perasaan itu jauh-jauh. Aku gak ingin mama mengetahui apa yang aku rasakan saat ini. Lagi pula aku percaya raffi pasti bisa mengatasi semua nya. Dan seharusnya aku tak perlu mencemaskan nya seperti itu.
  "Lalu mengapa kamu jadi manja seperti ini, hmm??" Aku tersenyum, dan segera mengeratkan pelukan ku. Meski hanya beberapa detik, namun mampu membuat ku merasakan kedamaian. Sayang nya, aku gak bisa berlama-lama seperti itu. Lihatlah,,, dia sudah berdiri didepan ku. Menatap ku dengan rasa cemburu. Dan mama hanya terkekeh melihat nya.

  "Masih mau berdiam diri di situ..?? Apa kamu tak ingin memeluk mami sekarang..?" Sedikit penawaran untuk nya, tapi aku percaya, hitungan 3 detik ia akan berlari ke arah ku. Dan benar, bukan? Belum juga hitungan ke 3, Key sudah mengangguk dan tersenyum kearah ku.
  "Hug me, please..?" Aku mengerti, bagaimana rasanya kesepian. Sangatlah tidak enak. Dan itu yang dirasakan key saat ini. Aku begitu sibuk dengan urusan ku, hingga aku lupa dengan apa yang seharusnya aku lakukan sebagai seorang ibu. 
  "Apa mami membawa pesanan ku itu??" Aku pikir, ia lupa dengan apa yang di pesan nya. Tapi aku salah. Key menyantap dengan lahap pizza itu. Aku hanya menggeleng, melihat nya terlalu suka dengan apa yang dimakan nya. Tapi tunggu, aku rasa bukan hanya suka. Dia lapar.
  "Oma, mau..?" Ujar key, dengan masih mengunyah apa yang ada dimulut nya. Aku dan mama hanya terkekeh melihat nya. Sebelum akhirnya caca datang dan berusaha mengganggu nya. Tapi untunglah, itu tak berlangsung lama. Sebelum akhirnya suasana hangat menyeruak dalam ruangan itu. Ruang yang hanya ada kami berempat. Dan itu cukup membuat kami merasa nyaman.
  
Cerita ini hanya fiktif belaka, mohon maaf jika ada kesalahan atau kesamaan nama dan tempatnya.

Monday, March 28, 2016

Life in future with you--- part 19

Life in future with you--- part 19

("Entahlah, ini cuma perasaan ku saja ataukah memang benar adanya. Bila memang benar, aku pasti sangat bahagia. Tapi, aku rasa itu tidak mungkin. Bahkan nanti, disaat aku pergi...?? Sudahlah, bicara apa aku ini.."
  "Pergi.. ?? Raffi, apa maksud mu??"
  "Lupakanlah. Sudah malam, lebih baik kamu istirahat. Taxi ku sudah menunggu dibawah..." Raffi tersenyum tipis kearah ku, sebelum akhirnya raffi benar-benar pergi meninggalkan ku dan meninggalkan tanda tanya besar untuk ku..??)

Tapi, sudahlah.. aku tak Ingin menanggapi nya dengan serius. Lebih baik sekarang aku istirahat. Masih ada waktu 3 jam lagi untuk aku bisa terlelap. Mengingat hari hampir menjelang pagi. Dan aku harus menyiapkan segala sesuatu nya untuk keperluan meeting ku pagi ini. Tunggu! Ngomong-ngomong dimana putri ku..? Sejak pagi tadi, aku sama sekali tak melihatnya. Bahkan disaat aku bangun, hanya tersisa selimut dan guling saja disamping ku. Tapi tunggu, tunggu... sepertinya ada sesuatu yang aku abaikan disana. Sesuatu..? Ya.. sesuatu.
  "Always love you.." itu lah yang ku baca dari sepucuk surat yang terselip diantara rangkaian bunga mawar yang tergeletak cantik disamping kanan sewaktu aku bangun dan membuka kedua mata ku. Aku rasa ada yang aneh pagi ini. Dengan tidak ada nya key disampingku saja itu sudah cukup membuatku merasa ada yang berbeda. Apa mungkin dia sudah menunggu ku di bawah?? Lantas siapa yang berhasil membangunkan nya? Dan bunga ini.. ?? Ahh, ini sebuah teka-teki di pagi hari menurut ku. Apa sebaiknya aku turun saja..? Ya.. mungkin sebaiknya seperti itu.

  "Kamu sudah bangun, nak... ??"
  "Mama,,,, Aku pikir siapa."
Dengan santai nya mama berjalan dan membuka gorden kamar ku lebar-lebar.
  "Mah..."
  "Hmm..? Kamu pasti mencari key putri mu, bukan?? Dia sudah menunggu mu dibawah."
  "Apa mama yang membangunkan nya??"
  "Kamu tahu bagaimana kebiasaan nya, bukan?? Lalu mana mungkin mama yang melakukan nya."
Mungkin benar juga apa yang dikatakan mama.
  "Lantas siapa yang bisa membuatnya seperti itu?" Mama hanya tertawa kecil..
  "Cuma kalian yang bisa membujuk nya seperti itu."
  "Maksud mama..?"
  "Menurut mu..? Bunganya cantik, sama cantiknya seperti anak mama ini. Kamu tak perlu bingung seperti itu. Ini semua raffi yang melakukannya. Dan mama rasa dia cukup telaten kok mengurusi nya. Sebaiknya kamu sekarang siap-siap. Mama tunggu dibawah ya.."
Raffi..?? Masa sih..?? Tapi sudahlah. Untuk apa aku berlama-lama disini. Lagi pula aku sudah siap dengan segala sesuatu nya. Lebih baik aku turun, untuk sekedar sarapan, dan berbincang. Setelah itu kita langsung pergi, mengingat aku pun harus mengantarkan key ke sekolah. Sebelum akhirnya raffi mengantarkan ku ke kantor. Namun rasa nya masih ada yang mengganjal di hati ku.
  "Apa aku boleh bertanya sesuatu..?"
  "Hmm..? Katakan saja.."
  "Bagaimana kamu bisa kembali kerumah ku secepat itu??" Ya,, bisa dibayangkan, raffi baru saja pulang dari rumah ku dini hari. Dan kemungkinan besar ia baru bisa sampai rumah 30 menit kemudian. Itu pun jika raffi benar-benar lelah ia akan terlelap dengan mudah nya. Tapi aku rasa itu tidak mungkin, kantung mata yang menebal membuat aku yakin bahwa raffi hanya sempat mengganti pakaian dan kembali menyambangi rumah ku.
  "Kamu diam??"
  "Aku rasa... tak ada yang harus aku jawab dari pertanyaan mu. Karena aku yakin kamu pasti tahu hal itu." Ucap raffi
  "Kamu terlalu memaksakan diri, raffi..!"
  "Aku cuma berusaha untuk menjadi ayah yang baik untuk nya. Apa aku salah..?"
Aku sejenak terdiam, mungkin semua orang memiliki cara nya tersendiri. Dan mungkin itu cara dia untuk bisa menjadi seorang ayah yang baik, yang rela melakukan hal apapun demi putrinya, bahkan tanpa memperdulikan dampak apa yang nanti akan terjadi pada diri nya. Mungkin itu yang kini ada di benak raffi saat ini. Andai saja kamu tahu bagaimana cemas nya aku, raffi? Aku sangat mengkhawatirkan kondisi mu saat ini.
  "Kamu tak perlu menatap ku seperti itu. Aku.. Emm, aku harus ke kantor sekarang. Sebaiknya kamu masuk. Aku gak akan pergi, sebelum aku memastikan sendiri kamu masuk dan duduk di ruang kerja mu. Emm, ayolah... sekarang kamu masuk!"
  "Tapi, Raffi... kamu.."
Raffi buru-buru mengecup kening ku, sebelum akhirnya raffi berkata sesuatu untuk bisa meyakinkan ku.
  "Percayalah, aku akan baik-baik saja." Dengan senyum tipis nya, raffi perlahan pergi meninggalkan ruang kerja ku. Kini aku hanya bisa menatap kosong kearah pintu, yang mungkin tak terlihat lagi sosok atau bayangannya disana. Semoga Tuhan selalu melindungi setiap langkah nya.
**
  "Bisa ke ruangan ku sebentar?"
Tak berselang lama, ketukan pintu pun terdengar jelas.
  "Masuklah, silahkan duduk. Saya sudah memikirkan semua nya. Dengan segala pertimbangan, saya memutuskan bahwa saya sendiri yang akan menyelesaikan semua nya."
  "Tapi pak, apa bapak siap dengan segala kemungkinan yang terjadi? Mereka bukan orang biasa, mereka pasti sudah menyiapkan segala bukti-bukti nya dengan sangat rapih.. dan saya yakin, kita akan kalah, karena kita sama sekali tidak mempunyai bukti otentik atas tindak kejahatan yang mereka perbuat."
  "Saya tahu itu. Kamu lakukan saja apa yang saya minta. Besok pagi, saya minta semua sudah siap. Karena besok pagi, aku akan langsung ke bandara. Pesawat ku jam 9.00 wib. Dan satu lagi, tolong telephone pengacara saya, suruh dia datang kesini."
  "Baik pak, kalau begitu saya permisi."

Siang itu, aku sengaja keluar dari ruang kerja ku. Sedikit mencari angin segar, mata ku sudah mulai terasa berat karena kantuk. Mungkin secangkir kopi bisa membuat aku lebih segar.
  "Kalian sudah dengar berita ahmad group??"
  "Kenapa-kenapa?? Gue dengar katanya mau di tutup? Benar begitu??"
  "Husss,,, Kalian jangan buat gosip yang nggak-nggak deh. Tadi pagi gue lihat sendiri bapak raffi datang kesini dengan ibu nagita. Dan gue rasa semua baik-baik saja."
  "Gue gak mungkin salah, karena gue dapat informasi ini dari orang yang memang bekerja disana. So, mana mungkin gue sebar berita hoax."
Percakapan yang tak sengaja aku dengar dari segerombolan orang yang sedang berkumpul disana. Aku tak bisa mendengar jelas apa saja yang dibicarakan mereka, mungkin karena posisi ku yang lumayan jauh dari tempat mereka berada. Tapi jika benar begitu, mengapa raffi tak pernah menceritakan hal ini kepada ku? Apa yang sebenarnya terjadi? Tak sempat aku menghabiskan secangkir kopi, aku langsung kembali ke ruang kerja ku.
  "Gi, kamu dari mana? Dari tadi aku mencari mu." Ucap dinar
  "Emm, aku tadi baru selesai buat kopi. Mata ku berat, mungkin akibat begadang semalam."
  "Memangnya apa yang kamu kerjakan? Apa key, sakit?? Atau.."
  "Gak-gak.. bukan itu.. key baik-baik saja."
  "Lalu..?"
  "Semalam ada insiden kecil, yang membuat ku harus menemani key bermain dengan ayah nya."
  "Raffi..??"
  "Ya.. raffi datang kerumah ku hampir tengah malam. Dan aku tak mungkin bisa menolak nya, karena key pun sangat berharap kedatangan nya."
  "Tapi, apa kamu sudah dengar gosip tentang perusahaan raffi?? Apa benar yang di katakan orang-orang di luar sana kalau perusahaan yang selama ini membesarkan namanya diambang kebangkrutan??"
  "Dinar, aku sama sekali tak tahu masalah itu. Bahkan aku pun baru dengar itu semua siang ini."
  "Mengapa demikian?? Apa raffi sama sekali tak pernah menceritakan hal ini kepada mu?"
  "Kamu mengenal nya, bukan?? Kamu kenal bagaimana sifat nya. Apa mungkin raffi melakukan itu semua??"
  "Ya.. aku rasa itu tidak mungkin. Sifat nya yang tertutup membuat kita sulit untuk mengartikan apa yang sebenarnya terjadi. Sebaiknya kamu tanyakan langsung pada raffi tentang hal ini. Karena aku yakin, cuma kamu yang bisa mengerti perasaan nya."
  "Ya.. mungkin aku akan menanyakan hal ini padanya."
-----
Tepat pukul 16.00 wib, aku bergegas keluar kantor untuk menjemput key di sekolah. Dan kebetulan pak joe pun sudah menunggu ku di lobby.
  "Kita langsung ke sekolah saja, non??"
  "Iya, pak. Mudah-mudahan gak macet, karena aku yakin ini sudah waktunya key untuk keluar kelas." Tapi rasanya bukan jakarta jika tak merasakan kemacetan seperti saat ini. Ya.. saat ini. Mungkin aku harus sedikit sabar untuk bisa melewati kemacetan tengah kota yang begitu padat dengan kendaraan-kendaraan silih berganti. Hingga kurang lebih 30 menit, aku baru bisa sampai tepat di depan sekolah nya.
  "Mami..."
  "Haii, sayang. Kamu sudah menunggu lama?"
  "Um'humm.. Apa dedy juga ikut bersama mami untuk datang menjemput ku??"
  "Tidak, sayang. Mami kesini bersama pak joe. Dedy masih ada urusan dikantor. Sudah sore, lebih baik kita sekarang pulang, yah?" Aku segera menuntunnya masuk kedalam mobil. Dan aku biarkan key bersandar di pelukan ku. Mungkin dia lelah, hingga ia merasa begitu nyaman berada di dekat ku.
  "Mam.."
  "Hmmm.. ?"
  "Apa aku boleh bermain di taman..??" Aku memang sudah lama tak pernah lagi mengajaknya ke taman. Mungkin karena kesibukan ku yang begitu menyita waktu, hingga lupa dengan apa yang seharusnya aku lakukan.
  "Mam,, please. I want to play there." Mana mungkin aku bisa menolak permintaan nya.
  "Pak,, bisa minggir sebentar."
  "Baik, non.."
Aku pun tak akan membebaskan nya begitu saja. Sebuah perjanjian pun aku buat agar key tidak menyulitkan ku nanti nya. Mengingat matahari hampir tenggelam, dan aku ingin sebelum gelap kita sudah sampai dirumah.
  "Sekarang kamu boleh main sepuasnya. Setelah itu, kita pulang. Kamu mengerti kan maksud, mami?"
  "Okey, mam."
Hingga petang, bahkan pagi menjelang, aku sama sekali tak mendapatkan kabar apapun dari raffi. Apakah dia baik-baik saja?
  "Apa yang kamu lakukan disini, sayang??" Ucap mama yang tiba-tiba saja ada di belakang ku.
  "Aku cuma menyiapkan bekal untuk key bawa ke sekolah."
  "Kamu gak ke bandara??"
  "Bandara?? Memangnya siapa yang akan pergi??"
  "Raffi belum bilang kalo ia akan ke australi pagi ini..?"
Aku menggeleng pelan. Bagaimana mungkin aku bisa tidak tahu tentang hal ini. Sedangkan mama, jauh lebih tahu dibandingkan aku.
  "Kemarin sore raffi datang ke butik mama. Dan mama pikir, ia datang untuk mencari mu. Tapi ternyata..."
  "Apa ini ada hubungannya dengan bisnis yang dijalani nya??"
  "Ya.. orang-orang kepercayaan nya itu sudah melakukan hal-hal di luar kendali raffi. Mereka melakukan tindak kejahatan perdata dan mengambil seluruh aset milik ahmad grup. Surat kuasa raffi yang dulu hanya bersifat sementara, kini sudah berubah menjadi hak paten untuk mereka. Dan sekarang, raffi berusaha untuk mendapatkan kembali hak nya. Meski mama rasa itu sangat membahayakan dirinya.."
Ya Tuhan.. mengapa aku sama sekali tak mengetahui hal itu..?
  "Sayang,, mama mohon sama kamu. Tolong hentikan rencana raffi yang gila itu. Mereka bisa melakukan hal apapun untuk mendapatkan apa yang di inginkan nya. Kamu mengertikan maksud mama??"
  "Tapi, mah.."
  "Kamu sayang dia, bukan?? Kalau begitu datanglah, dan temui dia. Karena pesawat nya akan boarding jam 9.00 wib." Ucap mama ku yang berkali-kali meyakinkan ku.
Aku sejenak terdiam, menelaah setiap apa yang mama sampaikan kepada ku. Mempertimbangkan segala kemungkinan yang akan terjadi. Tapi,,, bagaimana jika raffi pergi, dan gak kembali?? Tidak-tidak..! Aku harus menghentikan nya. Ya.. aku harus menemuinya sekarang.
  "Kamu mau kemana, mba??" Ucap caca
  "Aku titip key, yah..!"
  "Tapi mba,,,"
  "Sekarang aku harus pergi. Nanti aku jelaskan!" Aku segera mengambil kunci mobil yang tergeletak di buffet menuju garasi. Aku harap, dengan waktu yang tersisa ini aku bisa bertemu dengan nya. Lebih baik sekarang aku coba telephone raffi.
  "Tut.. tut.. tut.. "
  "Ayo, angkat raffiii...!!"
  "Tut.. tut.. tut.. " raffi benar-benar mengacuhkan semua panggilan masuk dari ku. Tapi itu semua tak menyurutkan niat ku. Aku tetap melajukan mobil ku hingga tepat di depan rumah nya. Rumah yang dulu sering aku datangi, rumah yang menjadi tempat aku dan raffi bertemu saat pertama kali. Dan kini aku baru menginjakkan kaki ku lagi disini, setelah hampir 6 tahun lama nya. Ku lihat orang-orang yang sedang berkemas, memasukkan beberapa koper ke dalam bagasi. Dan raffi sama sekali tak nampak disana. Aku mencoba berjalan, melangkahkan kaki hingga tepat berada di depan pintu yang begitu menjulang tinggi.
  "Maaf non, non ini siapa? Ada perlu apa?" Ucap seseorang paruh baya itu.
  "Emm,, saya..."
  "Siapa, mbok..??" Dengan mengenakan kemeja putih, raffi keluar menemui ku.
  "Nagita.. Kamu disini?? Emm,, mbok, tolong buatkan minum untuk nya."
  "Baik, den.."
  "Ayo, masuklah,,!"
  "Raffi, tunggu!" Aku mencoba untuk menahannya. Menggenggam erat lengan nya, hingga raffi pun berbalik dan berjalan mendekat kearah ku. 1, 2, hingga bahkan mungkin 30 detik, aku hanya bisa menatapnya. Begitu pun juga raffi. Hingga terucap kalimat dari bibir nya.
  "Aku minta maaf.. Aku mohon, maafkan aku." Orang yang selama ini aku anggap kuat, ternyata ia sangatlah rapuh. Bahkan ia terlihat sangat rapuh.
  "Aku harus pergi..." kalimat yang raffi ucapkan kepada ku disaat ia memeluk ku.
  "Apa gak ada cara lain? Aku mohon, raffi... jangan tinggalkan aku."
  "Aku harus tetap pergi."
  "Tapi itu sangat berbahaya, raffi! Aku gak mau sesuatu yang buruk terjadi pada mu. Aku sayang sama kamu, raffi...! Aku gak mau kehilangan kamu lagi..!" Tak ada lagi kata yang bisa aku ucapkan pada nya. Hanya rasa takut yang kini menyelimuti perasaan ku saat ini. Takut jika ia benar-benar pergi..
  "Lihat aku! Dan aku mohon  dengarkan aku! Aku gak akan pernah meninggalkan kamu, sayang.. gak akan pernah.."
  "Lalu berapa lama kamu disana??"
  "Aku janji, setelah urusan ku selesai, aku akan kembali. Dan, sebentar... aku baru sempat mengurus semua ini. Ini tabungan beserta surat-surat berharga yang sudah aku siapkan sebelum aku tahu akan terjadi seperti ini. Cuma itu yang aku punya saat ini."
  "Ssssttt.. kamu ini bicara apa?? Kamu gak sendiri, raffi! Masih ada aku, dan key putri mu. Kita berdua akan selalu menunggu mu disini. Kamu baik-baik ya disana. Jangan lupa untuk mengabari kita disini."
  "Terimakasih kamu mau mengerti aku. Aku pasti sangat merindukan kalian. Emm,,, Sudah saat nya aku harus pergi. Aku titip salam untuk nya, sampaikan maaf ku karena dalam waktu dekat ini aku gak bisa menemani nya bermain."
Aku tersenyum kearah nya, mengiyakan apa yang raffi katakan kepada ku. Hingga saatnya raffi mulai masuk kedalam mobilnya, bahkan sampai mobil tersebut tak terlihat lagi. Mungkin ini ujian untuk kita. Ujian untuk menjadi seseorang yang jauh lebih baik lagi. Kadang, apa yang terlihat biasa-biasa saja, baru akan terasa berharga jika kita benar-benar kehilangan nya. Itulah yang aku rasakan saat ini, karena raffi,, amat sangat berharga untuk ku...

Cerita ini hanya fiktif belaka, mohon maaf jika ada kesalahan atau kesamaan nama dan tempatnya.

Saturday, March 5, 2016

Life in future with you--- part 18

Life in future with you--- part 18

("Kemungkinan malam ini dedy gak kesini sayang. Lebih baik kamu istirahat. Mami gak mau kamu tidur larut malam."
  "Tapi mam..."
  "Key,, ? Apa yang dikatakan mami itu benar sayang. Diluar hujan, dan seperti nya dedy gak bisa menemui mu malam ini." Ucap caca
  "Aku cuma mau kasih ini, aunty." Ucap key
  "Oke mengerti, sangat mengerti. Tapi ini sudah malam nak. Kamu harus istirahat sayang. Lebih baik kamu simpan dulu. Sekarang aunty antar ke kamar yah..?"
Meski ku tahu, begitu kecewanya key saat mendengar raffi tak bisa menemui nya malam ini. Tapi, rasa nya aku tak tega membiarkan nya sendiri. Meski ada caca yang menemani, tapi... sebaiknya aku segera susul dia kekamar.)

Perlahan aku mulai berjalan mendekati mereka, berharap semua akan baik-baik saja.
  "Dia tidur..?"
  "Emm, ya.. Aku baru selesai membacakan buku cerita untuk nya. Aku harap, ia benar-benar terlelap." ucap caca
  "Aku rasa dia lelah. Sudah malam, biar aku saja. Sebaiknya kamu juga istirahat. .."
  "Ok,,, good night.. " Ucap caca.
Perlahan, aku mulai duduk disamping nya. Membenarkan selimut yang belum menutup sempurna di tubuh nya. Berharap, ia benar-benar terlelap dan melupakan semua nya. Semua yang terjadi malam ini, yang mungkin sedikit membuatnya kecewa. Andai saja waktu itu aku mau mendengarkan sedikit penjelasan dari nya, mungkin semua tak akan sesulit ini. Ini semua salah ku.
Ku pandang setiap lekuk wajah nya. Ku usap dan ku kecup kening nya.. seraya berucap.. "Have a nice dream my princess." Hanya itu yang bisa aku ucapkan pada nya. Semoga ia selalu dalam lindungan-Nya.

Ku lirik jam dinding dikamar ku, rupanya malam belum begitu larut. Mungkin akibat hujan besar yang mengguyur kota jakarta, sedikit mempengaruhi situasi diluar sana hingga terlihat sangat larut. Aku mulai beranjak pergi dari samping nya, namun seketika handphone ku berbunyi. Dan aku rasa, itu fara. 15 menit yg lalu aku memintanya untuk mengirimkan schedule ku selama 3 hari kedepan.
  "Malam fara. Ya, aku sudah terima laporan mu. Aku sudah cek semua nya. Besok pagi, tolong siapkan printout nya di meja ku."
  "Mam..?" Suara itu.. ya,, suara yang tak asing lagi bagi ku. Rupanya ia benar-benar belum terlelap, bahkan ia kini terduduk kembali dan kembali menatap ku.
  "Who is she, mam??"
  "Kamu mengerti maksud ku? Baiklah, aku rasa cukup jelas. Besok pagi aku tunggu di ruangan. Selamat malam."
  "Mam.. ??"
  "Hmm..??"
  "Apa itu dedy??"
  "Itu aunty fara, sayang. Kamu belum juga tidur?"
  "Um'humm.." Aku sedikit mengangkat dagu nya, dan memandang lekat kedua mata nya yang seperti nya terlihat sedikit memerah.
  "Kamu menangis,,??"
  "Don't worry mam.. I will be fine." Key seakan menepis semua nya. Anggapan bahwa ia selalu baik-baik saja itu selalu di lontarkan nya tatkala aku menanyakan mengapa alasan nya menangis.
  "Are you sure??" Aku cuma ingin memastikan kembali, berharap ia akan menjelaskan semua nya. Namun belum juga aku mendapatkan penjelasan dari key tentang alasan nya mengapa ia menangis, terdengar seseorang telah mengetuk pintu kamar ku..
  "Siapa??"
  "Ini mbok, non.."
Pikir ku, tumben malam-malam mbok ina mencari ku. Aku pun segera menemui mbok ina yang masih menunggu dibalik pintu kamar ku.
  "Where are you go, mam? Could i join with you??" Seru key saat aku mulai beranjak keluar dari kamar dan menjauh dari nya.
  "No,, no,,! Don't go anywhere. Soon i will be back."
Aku pun segera membukakan pintu yg sedari tadi tertutup rapat. Untuk sedikit mencari tahu apa yg ingin mbok ina sampaikan kepada ku.
  "Mbok memanggil ku?"
  "Maaf non, mbok cuma mau kasih tahu. Di luar ada den raffi."
  "Raffi.. ?" Aku sedikit menurunkan intonasi ku. Rasa nya sulit untuk ku percaya dia ada disini. Tapi mana mungkin mbok ina berbohong. Lebih baik aku pastikan dulu kebenaran nya.
  "Kasian den raffi, non. Seperti nya ia kehujanan."
  "Lalu, dimana dia sekarang mbok??"
  "Di luar, non. Mbok sudah mengajaknya masuk, tapi den raffi bilang biar tunggu diluar saja. " Papar mbok ina yang terus membuntuti ku hingga akhirnya aku benar-benar menemui raffi. Dengan masih mengenakan kemeja lengkap beserta blazer, ia berdiri di depan ku.
  "Hai.. Apa aku mengganggu mu?" Sungguh, aku benar-benar tak menyangka. Raffi datang dan menepati janji nya. Meski hujan... bahkan angin besar.. rupanya tak menyurutkan niatnya untuk datang dan menemui putri kecil nya.
  "Silahkan masuk.."
  "Emm, biar aku disini saja. Baju ku basah, kebetulan mobil ku mogok diujung jalan sana."
  "Mbok, bisa minta tolong ambilkan handuk untuk nya?"
  "Baik non.. "
  "Ayo masuklah.. tak baik berlama-lama disini." Aku pun langsung membawanya kedalam, setidaknya itu jauh lebih baik dari pada ia harus berdiam diri diluar.
  "Apa kedatangan ku ini mengganggu mu??" ucap raffi
  "Makasih mbok. Kamu pakai ini. Setidaknya keringkan dulu tubuh mu. Kamu bisa pakai kamar tamu. Sementara aku akan ambilkan baju untuk mu."
  "Kamu tak perlu melakukan itu. Aku baik-baik saja. Sebentar lagi juga kering. Kamu tak usah khawatirkan aku." Namun aku sama sekali tak menghiraukannya. Sudah jelas-jelas basah kuyup, mana mungkin bisa dikatakan baik-baik saja. Aku tetap mencari apa yang seharusnya raffi butuhkan saat ini. Sepotong baju, ya.. sepotong baju yang mungkin bisa membuat nya hangat dan tak kedinginan seperti apa yang aku takutkan waktu itu. Aku mencoba mencari-cari baju yang sekira nya pas dikenakan untuk nya. Tapi..
  "Astaga, harus nya aku menemukan nya disini." Aku mulai sedikit panik, bahkan aku sendiri tak sadar tlah mengacak-acak isi lemari yang sebenarnya bukan milik ku. Hingga akhirnya aku menemukan apa yang selama ini aku cari. Setidaknya ini bisa dipakai untuk nya.
  "Apa yang sedang kamu lakukan disini, nak..?? Apa kamu mencari sesuatu??" Ucap mama ku yang tiba-tiba muncul dibelakang ku.
  "Aku.. Emm, aku cuma mau ambil ini. Setidaknya ini bisa menggantikan pakaiannya yg basah agar tak kedinginan seperti saat ini."
  "Memangnya cukup?" Tanya mama ku
  "Seperti nya.. Aku rasa, mereka tidak jauh berbeda."
  "Kamu sudah coba buatkan minuman hangat untuk nya??" Ucap mama
  "Aku belum sempat membuatkan nya. Mungkin setelah ini.. "
  "Ya sudah, biar mama yang suruh mbok ina untuk masak air panas untuk nya. Kamu sekarang lebih baik temui dia. Biar ini semua mama yang rapikan." Mungkin benar apa yang dikatakan mama, sebaiknya aku segera menemui nya. Meski handuk yang ku beri sedikit mengurangi basah dirambut dan tubuhnya, tapi raffi tetap harus mengganti nya.
  "Sementara, kamu pakai ini dulu. Jika kamu membutuhkan sesuatu, katakan saja pada ku. Aku tunggu kamu di luar."
Pikir ku, untuk mengganti semua yang dikenakan mungkin akan memakan waktu yang cukup lama. Lebih baik aku ke dapur, membuatkan sesuatu yang bisa menghangatkan nya. Mungkin teh hangat lebih cocok untuk nya.

  "Kamu yang meminta nya kesini? Diluar hujan lebat loh.. Apa itu gak terlalu bahaya untuk nya??" Ucap mama ku.
  "Aku rasa, bukan raffi bila tak melakukan hal yang bisa membahayakan dirinya sendiri."
  "Maksud mu?" Mama menoleh kearah ku, seolah tak mengerti apa yang dimaksud perkataan ku.
  "Aku sudah melarangnya untuk datang kesini. Tapi,, ya seperti yang mama lihat saat ini. Lagi pula aku tak mungkin setega itu, mah."
  "Apa kamu sudah coba tanyakan pada nya, apa yang membuatnya memaksa untuk tetap datang kesini..?" Ucap mama ku. Entahlah.. Aku hanya menggeleng pelan, karena sesungguhnya aku sendiri belum sempat bertanya sesuatu kepada nya.
  "Ya sudah, sebaiknya sekarang kamu antarkan teh nya. Dan segera ajak dia bertemu key. Mama lihat pintu kamar mu terbuka. Mama takut, ia terbangun dan mencari mu."  Ya.. mungkin itu lebih baik. Karena pastinya key sudah menunggu ku sejak lama disana. Lagi pula, dari tadi key selalu menanyakan tentang dedy nya. Biarkan ini jadi kejutan untuk nya. Mungkin, itu akan mengobati rasa kecewa nya. Tapi.. tunggu...! Mengapa hanya ada selimut dan bantal nya saja disini..? Lalu dimana dia? Ku dengar rintik hujan yang begitu nyaring di telingaku. Ku menoleh ke asal muasal angin yang menyibak luas gorden kamar, per tanda seseorang telah membuka jendela kamar yang sengaja aku tutup rapat. Dan seperti nya...

  "Heii, kamu disini?? Apa yang bisa kamu lihat disini, sayang??"
  "The rain." Ku lihat, key seakan menikmati setiap tetes air yang turun ke bumi. Terlihat saat key mulai menengadah kan kedua tangannya, dan merasakan setiap tetes air yang menetes secara beraturan.
  "Emm.. Mam. Can i ask you something..?"
  "Tentu. Sekarang katakanlah..?"
  "What the rain comes from the clouds?" Pertanyaan yang simple sih menurut ku. Tapi, meskipun terbilang simple, tetap saja aku harus berhati-hati untuk nenjawab nya. Perlu diketahui, key bukan anak kecil yang mudah percaya begitu saja. Bila ia merasa belum puas dengan jawaban atas pertanyaan nya, maka ia akan terus mencari tahu jawaban yang masuk akal menurut nya.
  "Mam,, " Aku tersenyum simpul kearah nya, seraya membelai rambut nya yang kini mulai memanjang.
  "Instead of clouds made of cotton right, mam??"
  "Mungkin terlihat seperti kapas. Tapi bukan berarti itu kapas kan?"
  "Lalu.. ??"
  "Tak lain merupakan kumpulan dari beberapa titik air dan kristal es yang partikel nya sangatlah kecil, itu mengapa terlihat putih menyerupai kapas. Itulah yang dinamakan awan. Sekarang dengarkan mami, sayang. Kadang apa yang kita lihat, tak semuanya bisa sama atau sesuai dengan kenyataan. Seperti halnya dengan awan. Mungkin suatu saat kamu akan mengerti.."
  "Lalu kapan saat nya awan akan turun hujan, mam??"
  "Ketika titik-titik air kecil didalam awan saling bergabung membentuk titik-titik air yang lebih besar. Setelah titik air itu cukup besar dan berat, ia akan jatuh dari awan sebagai air hujan. Itu alasan mengapa malam ini turun hujan." Ucap raffi yang mulai berjalan mendekati aku dan key.
  "Dedy...?"
  "Apa yang sedang kalian lakukan disini, hmm..??"
Hufftt, cukup mengejutkan bukan? Bahagia?? Itu sudah jelas terpancar dari sepasang bola mata yang menatap lekat kearah sang ayah yang sangat dirindukan kedatangan nya. Peluk sayang begitu erat terasa. Terlihat saat key begitu nyaman bersandar di pundak nya meski untuk beberapa detik saja.
  "Hujan nya deras, aku cuma ingin melihatnya dari dekat, dedy."
  "Kamu suka hujan..?" Tanya raffi kepada key
  "Um'humm.."
  "Kamu boleh suka hujan. Tapi kamu pun harus lihat, ini sudah malam sayang. Angin malam tak baik untuk kesehatan mu. Kamu mengerti maksud dedy?? Lebih baik kita masuk sekarang." raffi pun membawa nya ke dalam. Menidurkan nya di kasur, meski sepertinya key masih enggan untuk terlelap. Hingga obrolan ringan pun tercipta begitu saja. Bak keluarga kecil sederhana yang berbahagia. Bahkan aku sendiri seakan larut dalam canda dan tawa mereka yang begitu hangat terasa. Seakan tak ada lagi pembatas diantara kita. Mungkin aku terlambat untuk menyadari itu semua. Sampai-sampai aku sendiri lupa bahwa kebahagiaan ku sesungguhnya ada diantara tawa mereka. Mungkin benar apa yang dikatakan orang-orang terdekat ku, tentang bagaimana perasaan ku pada nya. Meski pada awalnya aku ragu, tapi ia bisa meyakinkan ku.. segala yang aku rasa itu tak mungkin, bisa saja terjadi hanya karena mu. Dan itu cukup membuatku merasa, cuma kamu yang bisa mengubah jam menjadi menit yang lenyap begitu saja tanpa pamit. Yang mampu mengubah detak jantung mengalun lembut menjadi nada yang tak berlirik. Yang mampu mengubah seulas senyum menjadi tawa yang tak bersuara. Mengubah rasa menjadi asa tanpa kata. Mengubah tatap menjadi harap dalam dekap. Mengubah jarak yang jauh menjadi dekat tak bersekat. Bahkan kamu dapat mengubah hampa menjadi utuh tak berongga. Andai saja waktu bisa aku hentikan secara tiba-tiba, aku ingin menghentikan waktu ku malam ini agar tetap bersama nya. Tapi sepertinya itu tak mungkin. Dering handphone raffi yang berulang kali membuat aku sadar, bahwa aku belum bisa memiliki raffi seutuhnya, dengan atau tanpa orang-orang yang bisa mengganggu quality time kita. Tapi, tunggu! Mengapa ia biarkan begitu saja?? Bahkan untuk mengecek siapa yang berusaha menghubunginya pun rasa nya enggan bergeming?? Hingga untuk yang kedua kalinya,,
  "Siapa??"
  "Emm, bukan siapa-siapa. Biarkan aku bermain sepuasnya malam ini. Bukan begitu, my princess?" Mungkin lebih baik aku diam, biarkan mereka bermain sesuka hati nya.. tapi, lagi-lagi handphone nya pun berdering. Dan aku rasa masih dengan orang yang sama. Entahlah, aku tak tahu itu siapa. Yang jelas, ia berusaha untuk menghubungi raffi beberapa kali.
  "Sebaiknya angkat dulu handphone mu. Siapa tahu itu penting." Untuk kesekian kali, akhirnya raffi mulai menyentuh handphone nya. Mencoba untuk mengangkat nya, meski ia seakan ragu. Percakapan, hingga kata demi kata yang sebenarnya aku sendiri tidak begitu jelas atau bahkan mengerti maksud dan tujuan pembicaraan nya kemana, tapi aku yakin itu bukan hal yang biasa. Terlihat saat ia mulai perlahan menjauh dari aku dan key. Dan aku rasa itu sangat privasi..
  "Mam, apa dedy akan pergi lagi..?" Tanya key yang sedikit membuyarkan lamunan ku. Tapi sudahlah, aku tak ingin memikirkan hal itu.
  "Dedy sudah menepati janjinya untuk datang kesini menemui mu. Sekarang tidak ada alasan lagi untuk kamu menunda waktu istirahat mu. Lagi pula besok kamu harus bangun pagi. Mami gak ingin kamu datang terlambat ke sekolah. Kamu mengerti maksud mami?"
  "Ok.. " Akhirnya, key pun menuruti apa yang aku katakan. Hingga akhirnya ia benar-benar terlelap. Namun, mengapa raffi tak juga kunjung datang? Seserius itukah pembicaraan nya?? Lebih baik aku susul dia, aku takut terjadi sesuatu padanya.

  "Apa harus secepat itu?? Baiklah, kalau begitu tolong siapkan semuanya." Hanya kalimat itu yang bisa aku dengar dan sekaligus menjadi penutup dari percakapannya itu. Aku mencoba tetap berjalan mendekati nya, mencari tahu maksud pembicaraan nya itu.
  "Siapa?" Aku seakan memecahkan kesunyian diantara desiran angin yang bergemuruh.
  "Emm, kamu disini..? Dia Beny, asisten ku."
  "Asisten??" Pikir ku.
  "Sudahlah, itu gak penting." Raffi seakan menghindar dari pertanyaan ku. Sedikit janggal juga sih menurut ku. Aku rasa ada hal lain yang raffi sembunyikan dari ku. Terlihat saat raffi mencoba mengalihkan pembicaraan nya dan mencoba untuk tidak membahas nya lagi. Tapi apa?? Apa yang disembunyikan oleh nya?? Sedikit terlintas dibenak ku akan hal itu.
  "Mengapa kamu menatap ku seperti itu?? Apa ada yang salah dengan ucapan ku?"
  "Emm, Gak.. aku gak apa-apa."
  "Sudah malam, sebaiknya aku pulang."
  "Bagaimana dengan mobil mu?" Setahu ku, mobil yang dikendarainya mogok disebrang jalan. Lalu, bagaimana bisa dia bilang mau pulang???
  "Emm, aku sudah telephone orang untuk bawa mobil ku ke bengkel. Lagi pula aku bisa naik taxi."
  "Ini larut malam, raffi..! Kamu jangan macam-macam. Apa gak sebaiknya kamu bermalam disini? Atau jika tidak, biar supir aku yang antar kamu."
  "Kamu begitu mencemaskan ku??" Entahlah, apa yang sebenarnya aku rasakan saat ini. Yang jelas, aku memang benar-benar mencemaskan nya.
  "Heii, kok melamun..?? Kamu belum jawab pertanyaan ku." Entahlah, aku bingung harus berkata apa. Aku hanya diam, dan berjalan menjauh dari nya. Berharap rasa takut itu tak diketahuinya. Hingga aku memilih untuk duduk di kursi, sementara raffi masih di tempat yang sama.
  "Entahlah, ini cuma perasaan ku saja ataukah memang benar adanya. Bila memang benar, aku pasti sangat bahagia. Tapi, aku rasa itu tidak mungkin. Bahkan nanti, disaat aku pergi...?? Sudahlah, bicara apa aku ini.."
  "Pergi.. ?? Raffi, apa maksud mu??"
  "Lupakanlah. Sudah malam, lebih baik kamu istirahat. Taxi ku sudah menunggu dibawah..." Raffi tersenyum tipis kearah ku, sebelum akhirnya raffi benar-benar pergi meninggalkan ku dan meninggalkan tanda tanya besar untuk ku..??

Cerita ini hanya fiktif belaka, mohon maaf jika ada kesalahan atau kesamaan nama dan tempatnya.