Life in future with you--- part 22
("Diagnosa awal menunjukkan bahwa daya tahan tubuh nya menurun. Mungkin faktor kelelahan salah satu nya. Tapi tenang saja, dokter sudah memberikan obat dan vitamin untuk nya. Kita tinggal tunggu hasil lab nya.
"Ya Tuhan.. Sejauh itu..??"
"Aku cuma ingin memastikan,, apa benar dia baik-baik saja."
"Lalu dimana dia?? Mama ingin bertemu dengan nya."
"Ia ada dikamar, sedang istirahat. Masuklah mah, ia pasti senang.")
-----------
2 hari aku off, dan selama itu pun aku habiskan waktu bersama dengan putri kecil ku. Duduk di teras, membacakan buku cerita, atau hanya sekedar menonton kartun kesukaan nya, dan membawanya kembali untuk beristirahat, begitu pun seterusnya.
Seperti saat ini.. kondisinya yang masih lemah, membuat ku enggan untuk mengizinkan nya pergi atau sekedar bersekolah. Meski ku tahu key bosan dengan apa yang ia lakukan dalam 2 hari ini, dan pastinya berujung mengeluh, kenapa dedy nya belum juga datang untuk menemuinya? Dimana dedy sekarang? Apa dedy baik-baik saja disana? Lalu kapan dedy akan kembali?? Apakah semua akan baik-baik saja? Huhhh, rasa nya aku ingin berpura-pura untuk tak mendengar celotahan nya. .
"Baiklah, sekarang kamu harus istirahat. Ingat apa yang tadi dokter katakan, bukan??" Aku menaikkan selimut hingga menutupi sebagian tubuhnya. Dan menatap kedua manik yang begitu membuatku tenang. Sebelum akhirnya key mengangguk setuju.
Aku menangkup wajahnya dengan kedua tangan ku. Mengusap pipi nya dengan lembut. Mendekatkan wajahku hingga tak ada lagi jarak. Kening, bahkan hidung kami kini saling menempel, meski untuk beberapa detik saja karena kini ia sudah berada dalam peluk ku.
"Mami ingin kamu cepat sembuh, sayang..." key menarik tubuh nya menjauh dari ku. Kini ia kembali menatap ku. "Apa besok kita masih bisa melakukan hal yang sama,,?" Tanya nya, "...Seperti saat ini??"
Apa yang ia katakan?? "Mengapa kau bertanya seperti itu?? Tentu saja bisa..!" Aku rasa itu bukan hal yang mustahil untuk kita lakukan.
"Bukankah besok mami harus ke kantor??" Seketika aku terdiam. Benar apa yang dikatakan nya, aku memang tidak bisa meninggalkan kantor untuk lebih lama lagi. Ralat!! Bukan tidak bisa, melainkan kondisi kantor yang tidak memungkinkan untuk aku tinggalkan. Tapi bukan berarti tidak ada hari lain, bukan? Aku bisa meluangkan waktu jika hanya sekedar menemani nya bermain, atau membacakan nya sebuah cerita, itu bisa aku lakukan sepulang ku beraktivitas, bukan kah benar begitu??
"Tidak, maksud ku.. " key seakan menarik ucapan nya, dan segera meralat nya. "....lupakan saja."
Aku mengerti hal itu, Key hanya meminta waktu untuk lebih lama bersamaku. Menghabiskan waktu dan itu hanya berdua dengan ku. Mungkin akan ku lakukan, tapi tidak untuk saat ini. Bagaimanapun juga besok aku harus tetap ke kantor.
**
"Fara, siapkan dokumen yang saya minta, dan tolong kamu taro di meja saya." Aku segera menuju ruang kerja ku, mengingat sebentar lagi aku harus menemui client yg baru saja tiba dari singapura.
Tapi seperti nya dari proposal yang aku pelajari, aku rasa tidak begitu penting, hanya pertemuan biasa. Dan aku bisa mewakilkan seseorang menggantikan ku untuk menemuinya.
"Apa client kita sudah datang..?"
"Emm, sepertinya belum. Menurut kabar yang saya dapatkan, pesawat mereka delay. Dan diperkirakan akan tiba di jakarta pukul 12.30 wib siang nanti." Jelas fara
Ok, masih ada waktu 2 jam lagi, pikir ku. "Kebetulan aku mau keluar sebentar. Suruh mereka tunggu di tempat yang sudah disediakan. Dan katakan pada patrick untuk segera temui mereka, sebelum aku kembali."
"Baik, Mrs..." fara mengangguk paham dengan apa yang aku ucapkan. Aku segera bergegas pergi menuju bandara. Menjemput seseorang yang sangat aku rindukan selama ini, orang yang selalu membuat ku merasa berarti dan mengubah hidupku menjadi sosok yang lebih dewasa, meski kadang dia juga terlihat masih kekanak-kanakan. Tapi itulah Rio, putra tertua di keluarga kami.
"Maaf, sudah membuat mu menunggu.." Aku tahu, ini sudah lebih dari 30 menit, dari jadwal kepulangan nya. Dan aku pun bahkan sudah berusaha untuk bisa sampai sini secepat nya. Kalian pasti tahu, bagaimana padat nya kota Jakarta. Mungkin jika aku tak memutar balik dan mengambil jalan pintas, kurang lebih 1 jam lagi aku bisa sampai sini. Tapi ini lah konsekuensi nya tinggal di kota yang padat akan orang-orang pendatang dari berbagai daerah, yang mungkin hanya seperberapa yang merupakan penduduk asli Kota Jakarta, selebihnya perantauan yang ingin mengadu nasib nya disini.
Fix, kembali ke topik permasalahan!
.
.
Aku masih mengatur nafas ku untuk bisa kembali normal. Menetralkan detak nadi ku yang tak beraturan. Mungkin ini semua akibat ku jarang berolahraga, hingga dengan sedikit berlari, membuat ku ngos-ngosan. Padahal, aku hanya berlari beberapa meter saja dari sini, tapi cukup membuat nafas tersengal-sengal. Mungkin akan aku pikirkan nanti, sekarang tak ada yang lebih penting dari apa yang ada di hadapan ku saat ini.
Aku sudah menjelaskan nya, bahkan aku sudah minta maaf pada nya. "Kak...??" Lagi-lagi aku memanggilnya.. Ia masih terlihat mencecap coffe yang ada di tangan nya beberapa kali sebelum akhirnya Rio bangun dari tempat singgah nya, dan sedikit membenarkan kemeja yg terlihat kusut. "Kau begitu cerewet!" Ucap nya santai. Hah..? Apa Dia bilang?? Dalam kondisi seperti ini, Dia masih saja mengatai ku 'Cerewet'??
"Kenapa??? Kau tidak terima Aku bilang cerewet..?" Ucapnya seakan tak berdosa. Ingin rasa nya aku mengumpat nya balik, tapi.. sudahlah, aku sedang malas untuk berdebat dengan nya.
"Heyy.. kenapa kau malah diam?! Tidakkah kau rindu pada ku..? Huh...!!" Desis Rio
"Tidak." Upsss, astaga, ingin rasa nya aku mengutuk bibir ini yang selalu saja membuat nya emosi. ".....Emm, maksud ku, apa kau marah pada ku??" Sambung ku.
"Seems...??" Rio menatap ku dengan tatapan yg tak bisa aku artikan. Tapi akhirnya senyuman khas itu meruntuhkan anggapan buruk tentang nya dan membuat ku tersenyum lega. Aku tahu Rio tak akan pernah bisa mendiamkan ku berlama-lama, ia akan segera mencari ku, seperti saat ini..
"Kemarilah.. " ku sambut kedua tangan itu, dan ku peluk dia, lama. "Ku pikir, kau akan marah pada ku."
"Tentu saja,,! Kau sudah membuat perut ku kembung dengan 4 cup coffe, lalu kau masih saja bertanya apa aku marah???" Ujar Rio yang mulai menjauhkan tubuh nya dari ku. Aku segera memeluknya kembali, "Maafkan aku." Aku mengeratkan kedua tangan ku saat memeluk nya, dan Rio hanya mendelik kearah ku.
"Apa kau baik-baik saja?? Kami sangat cemas memikirkan mu."
"Seperti yang kamu lihat saat ini. Lebih baik, dan pasti nya lebih tampan."
"Kau ini..! Aku serius.." Rio meringis kesakitan setelah cubitan keras mendarat di perut nya. "...tapi tunggu, seperti nya program diet mu berhasil. Dan benar, kamu terlihat jauh lebih tampan."
Rio mengangguk setuju, "I see. Apa mama tahu hal ini, hmm..?" Tanya Rio yang masih memeluk ku. Mana mungkin aku menyembunyikan kabar bahagia ini sendiri, lagi pula mama begitu merindukan kedatangan nya akhir-akhir ini. Dan mama tak sabar menunggu hari itu tiba.
"Tidak, Emm... maksud ku,,,"
"Aku sudah tahu jawaban mu." Ucap nya dengan mengambil beberapa barang bawaan nya.
"Dengarkan dulu penjelasan ku..!"
"Tidak perlu! Ayo kita pulang."
Kita berjalan meninggalkan bandara, karena aku sudah tak sabar untuk membawa nya pulang.
"Apa kau akan kembali lagi ke Australi??" Rio menoleh kearah ku, sejenak.. sebelum akhirnya ia fokus kembali untuk mengendarai nya. "Mengapa begitu??"
"Tidak. Seperti yang ku lihat, kau hanya membawa beberapa potong baju saja. Apa kau benar-benar tak ingin tinggal bersama kami?"
"Kamu ini bicara apa? Jangan berfikir yg tidak-tidak. Sekarang katakan, apa kau ingin pulang bersama ku?"
"Aku harus kembali ke kantor, aku ada janji dengan client.."
"Biar aku yang antar kamu kesana.."
"Tidak perlu, sebaiknya kakak aku antar pulang terlebih dulu."
"Tidak, tidak! Sebaiknya aku antar kamu ke kantor. Sekarang katakan, dimana kantor mu??"
"Apa kau yakin,,? Itu akan sangat merepotkan! Lagi pula supir ku sedang berhalangan, lalu siapa yang akan menjemput ku nanti??"
"Jangan khawatir...! Aku akan tanggung Jawab, karena aku sendiri yang akan menjemput mu nanti." Rio memang sulit untuk di bantah, sama hal nya seperti papa, sekali A.. ya tetap A.. Hingga kadang aku pun sulit untuk menolak nya, hingga aku pun mengangguk pasrah, "Baiklah..."
*
Aku sengaja membawa nya masuk ke ruang kerja ku, sekedar memperlihatkan bagaimana keadaan ku disini. Setidaknya dia tidak terus-menerus cemas memikirkan ku dan selalu memaksa ku untuk bekerja di perusahaan papa tempat caca bekerja saat ini.
"Kau senang kerja disini??"
"Hmm, tentu..!" Rio mengangguk-angguk dan berjalan kembali mendekati meja kerja ku. Di raih nya vas photo yg terpajang diatas nya. "Apa dia baik-baik saja?? Aku sangat merindukan nya.."
"Dia masih dalam proses pemulihan. Kondisi nya masih belum stabil. Kadang demam, kadang pula ia terlihat baik-baik saja."
"Kamu sudah bawa dia ke rumahsakit??" Aku segera menggeleng pelan, "Tapi dokter sudah mengambil sample darah nya."
"Lalu, hasilnya..?"
"Tidak ada yg serius, cuma kelelahan. Dia hanya butuh istirahat."
Ketukan pintu menginterupsi, rupanya ada seseorang diluar sana.
"Masuk..."
"Permisi! Maaf Mrs, Tn Paul sudah datang." Ucap fara. Aku hampir saja lupa. "Suruh dia masuk."
"Baiklah, permisi...."
"Aku sudah ada janji, dan..." belum juga aku meneruskan ucapan ku, Rio sudah memotong nya "Ok, sebaiknya aku pergi."
"Maafkan aku. Aku tak bermaksud mengusir mu."
"Fine! It's ok.." aku segera memeluknya kembali, sebelum akhirnya aku mengantarkan Rio keluar dari ruangan ku, "Take a care."
Ku lihat Paul sudah berada di depan ku, entah sejak kapan ia berdiri disana..
"Sudah lama?"
"Tidak,, kau terlihat bahagia. Emm, lebih tepat nya... sangat bahagia."
"Tentu.."
"Apa ini ada hubungan nya dengan pria itu..? Emm, maksud ku.. apa hubungan kalian baik-baik saja? Dan pria tadi, pria yang bersama mu tadi, apa dia....."
"Tunggu, tunggu! Apa maksud mu..?? Kau salah paham, Paul!!" Sungguh, ini semua tak seperti yang dia lihat. Aku rasa, paul salah paham. "Dia kakak ku.."
"Kakak..? Apa maksud mu? Aku tak mengerti.."
"Dia kakak ku. Kakak kandung ku."
"Kakak?? Apa maksud mu? Bukan kah kamu ini....??"
"Kamu pikir aku ini anak tertua di keluarga ku? Itu tidak benar, Paul."
"Lalu, maksud mu??"
"Banyak orang yang tak mengetahui tentang hal ini. Bahkan semua orang mengira bahwa Rio bukanlah anak dari keluarga Tengker. Itu semua karena Rio tidak pernah mau tinggal dan menetap di sini. Ia lebih suka menetap di Eropa, sebelum akhirnya ia tinggal bersama ku di Australi untuk waktu yang cukup lama."
"Jadi kalian ini....?"
"Ya.. aku anak ke 2 dari 3 bersaudara. Dan Rio, adalah kakak ku, bukan seperti apa yang kamu pikirkan."
"Lalu adik mu??"
"Maksud mu Marsha? Ya.. Dia ada disini, dia masih tinggal bersama kami."
"Marsha??"
"Ya.. Marsha.. Apa kamu mengenal nya?? Emm.., tunggu, tunggu.. aku baru ingat, bukan kah kau ini pernah..." ucapan ku terpotong begitu saja saat fara masuk dan menginterupsi semua nya.
"Maaf, client kita sudah menunggu." Ucap fara
"Baiklah, aku akan segera menyusul." Aku segera membereskan semuanya. "....maaf Paul, Aku harus temui mereka."
"It's ok, kita bisa bicarakan ini lain kali."
"Jika kau tak keberatan. Kau bisa datang kerumah ku, nanti malam."
"Akan ku pikirkan.."
*
Seperti yang sudah di janjikan, sore itu juga Rio datang ke kantor untuk menjemput ku. Dan tak lupa untuk mampir ke kantor Caca. Namun sayang, Caca tak bisa ikut pulang bersama kami, dikarenakan ada pekerjaan yang tidak bisa ia tunda. Hingga kita memutuskan untuk kembali ke rumah tanpa Caca. Sangat disayangkan memang, tapi Caca berjanji akan mengusahakan untuk bisa ikut dinner bersama kami. Tidak ada yang special, hanya syukuran kecil-kecilan. Dan mama memang sengaja memasak banyak makanan untuk menu kita malam ini.
"Oma..." Key berlari kecil mendekat kearah mama yang sedang menyiapkan beberapa menu makanan.
"Jangan berlari, nanti jatuh." Key mengangguk paham. ".... ada apa??" Lanjut nya dengan masih menata beberapa piring dan gelas diatas nya.
"Sepertinya, enak.." ucap Key yang mulai menciumi aroma makanan yang ada di depan nya. "Kamu lapar??"
"Um'humm.."
"Kita tunggu Aunty Caca datang, setelah itu kita makan."
"Mami dimana??"
"Mami di kamar. Sebaiknya Key tunggu disana. Sebentar lagi Oma selesai."
-------
"Kau serius dengan ucapan mu? Apa kau sudah pikirkan, kemungkinan yang akan terjadi selanjutnya?"
"Aku sudah memikirkan hal itu matang-matang. Dan aku harap, kau mengizinkan ku."
"Aku pikir, ini semua omong kosong. Ternyata,, Hans benar."
"Maafkan aku, aku tak bermaksud untuk mendahului mu dengan menceritakan hal ini kepada Hans."
"Lalu kapan ia kembali?? Hah.. atau jangan-jangan ia akan lari seperti apa yang ia lakukan pada mu waktu itu." Ucap Rio menyepelekan.
"Kak,,!!" aku sedikit tidak terima dengan apa yang dikatakan Rio tentang Raffi. Aku yakin, Raffi bukan orang seperti itu. Dan aku percaya Raffi akan kembali.
"Ok! Suruh dia datang kesini, itu pun kalau dia benar sungguh-sungguh! Karena sebelum itu terjadi, banyak hal yang harus aku selesaikan dengan nya."
"Aku harap, kau tak akan menyakiti nya."
"Heii, apa yang kau katakan? Seburuk itukah aku dimata mu?? Sampai-sampai kau takut aku akan menyakitinya..?" Rio menangkup wajah ku dengan kedua tangan nya.
"Bukan begitu, aku percaya kau tak akan melakukan nya. Aku cuma tak ingin kau membebani nya dengan apa yang ingin kamu sampaikan. Bahkan dengan beberapa pertanyaan yang mungkin akan menyudutkan nya, dan membuat nya ragu dengan apa yang selama ini sudah menjadi impian kita. Kau mengerti maksud ku??" Rio melepaskan kedua tangan nya dan berjalan menjauhkan diri.
"Aku cuma ingin kalian mendapatkan yang terbaik, itu saja. Dan ini berlaku juga untuk Caca, bukan hanya kamu. Bukan berarti dia tidak baik, bukan! Tapi kakak gak mau kamu salah dalam memilih, ini bukan soal baik atau tidak. Tapi tanggungjawab! Apa Raffi bisa bertanggungjawab atas apa yang sudah menjadi hak dan kewajiban nya sebagai seorang suami dan seorang ayah, nanti? Itu saja... kakak rasa cuma itu yang akan menjadi pertimbangan kakak."
Aku cukup mengerti, dan aku rasa Rio benar. Tidak ada yang salah dalam hal ini, Rio hanya menginginkan seseorang yang terbaik untuk ku dan Caca, itu saja. Dan aku sangat menghargai itu.
---------
"Mana adik mu? Sudah jam segini, harusnya dia sudah pulang.." Ucap mama yang mulai cemas memikirkan nya.
Memang benar, harusnya Caca sudah sampai 15 menit yang lalu. Tapi mengapa sampai saat ini belum juga ada tanda-tanda ia datang..?
Aku menepuk pelan punggung tangan mama, "Mungkin sebentar lagi ia sampai. Mama tenang, yah.."
"Sebaiknya kita tunggu saja." Tambah Rio
"Mam,,, Apa Dedy juga akan baik-baik saja disana? Aku sangat merindukan nya.."
"Ohh, gitu...? Jadi mentang-mentang sudah ada Dedy, kamu lupa sama Papi, hmmm??" Aku dan mama hanya tersenyum mendengar nya. Setidaknya ada yang membuat nya tersenyum, hingga Mama tidak terus menerus memikirkan Caca yang tak juga kunjung datang. Mungkin ini juga pertama kali nya bagi mama, melihat kedekatan Rio dan Key. Dan itu cukup membuat mama merasa bahagia, mungkin hanya dengan menunggu satu orang lagi mungkin kita akan terlihat sempurna.
'Ting..Tong..'
'Ting..Tong..' key langsung menghentikan aktifitas nya, "Papi, dengar itu??"
"Ahh.. kamu tunggu disini, biar mami lihat siapa yang datang.."
"Biar Mbok saja non.." Aku baru saja mau melangkah, tapi Mbok ina menghalau ku. Tapi sudah lah aku mengangguk pelan, mungkin sebaiknya seperti itu.
"Malam, Mbok..."
"Eeh, Non Caca! Silahkan masuk, Non. Sini biar Mbok saja yang bawa."
"Tidak perlu, Mbok. Aku bisa sendiri. Lagi pula ini cuma berkas ringan." Ucap nya saat mulai masuk kedalam rumah dengan beberapa berkas di tangan nya.
"Tumben Non Caca baru pulang?
"Kebetulan banyak pekerjaan yang harus diselesaikan."
"Ohh, begitu. Kebetulan Ibu dan yang lain sudah menunggu diruang tengah."
'Ting.. Tong..'
'Ting.. Tong..' bel rumah pun menginterupsi.
"Sebentar, Non." Mbok Ina pun berjalan kembali untuk membukakan pintu nya. Namun Caca segera menghentikan langkah nya, "Biar aku saja,,," Mbok Ina pun mengangguk paham dan segera masuk kedalam lebih dulu.
'Ting.. Tong..'
'Ting.. Tong..' bel pun kembali berbunyi untuk kedua kali nya, hingga membuat Caca bertolak pinggang, "Sebentaaar..."
"Selamat malam,," Ucap seseorang yang kini berada tepat didepan nya. "Kau..??"
Dengan segera Caca menutup kembali pintu yang sempat di buka oleh nya, namun semua itu percuma. Pria itu menahan kuat daun pintu yang hampir saja menutup sempurna.
"Marsha, tunggu! Please, aku mohon... Beri aku kesempatan,,," Caca sedikit memberi nya kesempatan untuk berbicara, dan tidak lagi menahan untuk tidak membuka lebar daun pintu yang sedikit menutup.
*
Kita sudah tidak sabar untuk menyantap makanan yang sudah disiapkan beberapa menit yang lalu. Tapi kita masih harus menunggu semua nya lengkap.
Menurut Mbok Ina, Caca sedang menemui seseorang di luar. Namun kenapa hingga detik ini ia belum juga datang. Aku mulai penasaran, sebenarnya siapa yang dia temui?
Aku sengaja pergi untuk menghampiri nya yang menurut penuturan Mbok Ina ada di depan rumah. Dan seperti nya memang benar, Caca terdengar sedang berbicara dengan seseorang. Tapi siapa dia? Kenapa tidak di ajak masuk saja? Dan, tunggu, tunggu!! Mengapa mereka semakin terdengar seperti orang yang sedang beradu argumen. "Caca, apa yang sedang kamu lakukan?" Aku mencoba mendekat kearah nya, "... memangnya siapa yang datang??" Aku menoleh kearah suara itu berasal, dan "...Paul??"
Entahlah, apa yang mereka debat kan sebelum aku datang. Yang jelas saat ini mereka terlihat dingin, sangatlah dingin.
"Emm, haii.. maaf, aku agak sedikit terlambat. Aku baru saja selesai meeting." Mungkin benar, ia masih terlihat rapih dan masih mengenakan pakaian yang sama saat bertemu dengan ku siang tadi. "...tapi sepertinya aku salah, harus nya aku tidak datang kesini. Sebaiknya aku pergi.." ucap nya tiba-tiba
"Tunggu, Paul." Aku segera menghentikan nya.
Aku memang sengaja mengundang Paul untuk ikut dinner bersama kami. Mengenal lebih jauh sebagai teman, bukan sebagai partner kerja. Dan aku rasa Paul bisa menjadi teman yang baik untuk ku, dan mungkin juga keluarga ku. Tapi untuk masalah ini, aku sama sekali tidak mengetahui nya. Mengapa semua terasa canggung? "Apa ada yang bisa menjelaskan padaku??" Aku menoleh kearah Caca, namun Ia hanya diam, tidak ada respon. "...Paul?? Kau bisa membantu ku menjelaskan nya??" Paul hanya menggeleng pelan.
"Ok, tidak ada yang mau menjelaskannya pada ku apa masalah kalian??" Sedikit memaksa, tapi seperti nya percuma juga. "...Sebaiknya kalian masuk, kasian yang lain sudah menunggu. Ayo, Caca, Paul... kita masuk."
*
"Siapa yang datang, gi..?"
"Emm mah, kenalkan.. ini Paul, teman kerja ku yang pernah aku ceritakan waktu itu. Dan Paul, ini mama ku."
"Paul..." ucap nya dengan memberikan salam hormat.
"Dan ini Rio, kakak ku.."
"Paul.."
"Dan ini,, Key, putri kecil ku.."
"Hai Paman.. nice to meet you.."
"Nice to meet you too.."
"Silahkan duduk, nak. Maaf tante tidak bisa menjamu dengan baik."
"Tidak apa-apa, Tante. Ini semua sudah lebih dari cukup. Terimakasih sudah mengundang saya kesini."
"Sama-sama, Nagita banyak cerita tentang kamu. Ayo silahkan duduk.." Mama mempersilahkan nya untuk duduk. "....sebaiknya kamu simpan dulu barang bawaan mu itu ke kamar. Dan segera kembali ke sini, kita makan." Ucap mama pada Caca.
Dengan segera Caca pun naik ke atas, menaruh semua barang-barang bawaan nya yang terlihat sedikit merepotkan. Caca mulai menurunkan satu persatu apa yang dibawa nya, dan meletakkan nya di meja rias. Mematutkan pantulan dirinya di cermin. Tak lama kemudian ia duduk dan beralih menompang dagu. Memijat-pijat batang hidungnya dengan pelan, seolah banyak hal yang dipikirkan saat ini. Tapi itu tak berlangsung lama, Caca kembali bergegas turun mengingat panggilan untuk makan malam sudah menginterupsi untuk segera pergi ke meja makan.
"Nak Paul ini teman sekantor dengan Nagita? Atau..." tanya mama ku yang sudah siap di posisi tempat duduk nya.
"Tidak, hanya saja perusahaan saya bekerjasama dengan perusahaan tempat dimana Nagita bekerja."
"Apa nama perusahaan mu..??" Tanya Rio
"K-Corp MCLink.."
"Sudah lama disana?"
"Tidak, saya terhitung baru di dunia bisnis."
"Lalu, apa pekerjaan mu sebelum nya?"
"Aku lebih suka mengajar di bandingkan bisnis."
"Maksud mu dosen???"
"Mungkin lebih tepat nya seperti itu."
"Okey.." Rio mengangguk-angguk seolah masih ada yg mengganjal di pikirkan nya saat ini.
"Ada yang salah dengan profesi ku??" Tanya Paul
"Ahh, tidak! Hanya saja kau terlihat familiar. Apa kita pernah bertemu sebelum nya." Rio mencoba mengingat-ingat, ".... Ahh, sudahlah mungkin aku salah. Dan aku rasa bukan kau orang yang aku maksud."
"Aku rasa begitu."
"Maaf, aku telat. Aku ada urusan tadi." Ucap Caca saat melihat semua keluarga nya sudah kumpul di meja makan, tak terkecuali Paul yang kini sudah duduk manis persis disamping nya.
"Ya sudah, ayo duduk. Oh, iya.. Mama sampai lupa. Kalian tentu belum saling kenal, bukan?? Emm, Nak Paul, kenalkan ini putri Tante, Caca nama nya."
"Kita sudah saling kenal sebelum nya. Bahkan kami sempat mengobrol..." ucap paul seraya mendelik kearah Caca yang berada persis disebelah nya, "...tidak banyak, hanya aku baru tahu jika Caca ini adik dari Nagita." Lanjut Paul
"Benar begitu??" Ucap mama yang seolah meminta penjelasan dari nya. Sebelum akhirnya, Caca angkat bicara dan mengiyakan apa yang dikatakan Paul tentang mereka.
"Dia kakak tingkat ku, dulu. Ya.. cuma itu. Hanya itu yang aku ingat." Jawab Caca.
"Oke.." Rio mengangguk-angguk paham, "... lalu mengapa tidak kau coba jalani bisnis sebagai sampingan mu? Bukankah semua hal yang berkaitan dengan bisnis itu akan sangat menguntungkan??" Lanjut nya.
"Emm, aku rasa tidak. Tidak semua bisnis menjanjikan keuntungan. Dan Nagita lebih banyak membantu ku dalam hal ini."
"Sungguh??" Rio menoleh kearah ku, aku segera menggeleng cepat "Itu tidak benar. Kau berlebihan, Paul." Aku Sedikit meluruskan bahwa tidak semua yang dikatakan nya itu benar. Aku memang pernah bekerja sama dengan nya, tapi untuk membantu hal lain di luar itu aku sama sekali tidak ikut campur.
"Aunty, are you ok??" Ucapan key membuat orang-orang di sekitar menoleh kearah Caca yang sedari tadi diam tak ikut berkomentar. Entah apa yang ada di pikiran nya saat ini, apa mungkin ini semua ada hubungan nya dengan Paul, orang yang pernah dia temui sebelumya? Bahkan dari bahasa tubuhnya, terlihat seperti ada yang di tutup-tutupi.
"Tidak." Ucap nya spontan, "....I am ok,," lanjut nya lalu tersenyum.
"Ya sudah, sebaiknya kita makan. Mama sudah capek-capek masak masa cuma dilihat saja, kan kasian jadi dingin gini makanan nya." Ucap mama yang mulai mengambilkan beberapa makanan kesukaan Rio, sedangkan aku sibuk mengambilkan makanan untuk Key sampai aku sendiri lupa bahwa ada Paul disini.
"Sayang, coba itu tolong kamu ambilkan buat Nak Paul." Perintah mama kepada Caca, "....Nak Paul harus coba masakan Tante, meski mungkin rasanya sedikit aneh. Mudah-mudahan Nak Paul suka ya.." lanjut nya.
Dengan telaten Caca melayani nya, meski entahlah apa yang kini Caca rasakan sebenarnya. Terlihat santai dan bersikap biasa, menyimpulkan bahwa mereka baik-baik saja. Ya.. aku rasa mereka akan baik-baik saja.
Hingga terasa cukup lama, sampai akhirnya kita selesai makan, dan Mbok Ina pun sudah bersiap-siap untuk membereskan semua.
"Emm, maaf.. Masih banyak yang harus saya kerjakan. Saya duluan, permisi.." Caca pergi begitu saja, dan aku.. masih terdiam, dan terus bertanya-tanya, apa yang terjadi sebenarnya..?? Namun disaat aku masih memikirkan sesuatu, Paul menyadarkan ku, "Bisa kita bicara sebentar??" Aku mengangguk setuju.
Paul mengajak ku ketempat yang lebih santai untuk sekedar ngobrol. Membicarakan apa yang sedari tadi menjadi pertanyaan di benak ku saat ini, tentang Caca, tentang semua nya. Dan aku cukup terkejut mendengar nya, "Kau serius???" Membuat ku tidak bisa menyembunyikan rasa tidak percaya itu.
"Maafkan aku, ini benar-benar salah ku. Bahkan aku sama sekali tidak pernah mau mendengar penjelasan nya. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke Amerika, dan memilih untuk menetap disana." Paul tertunduk lemas, terlihat begitu menyesal nya dia. "......aku tahu, aku salah. Tapi aku mohon, ijin kan aku untuk bertemu dengan nya. Aku mau minta maaf. Aku ingin menebus semua kesalahan aku padanya." Lanjut nya dengan segala kerendahan hati.
Aku tersenyum perduli, "Aku mengerti. Tapi aku tidak bisa memastikan kapan waktu yang tepat. Kasih dia waktu, biarkan dia berfikir. Aku yakin Caca pasti punya alasan tersendiri melakukan itu."
Aku menepuk pundak nya pelan, ".... Bersabarlah." Sedikit memberikan harapan. Meski ku tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya dengan hubungan mereka.
**
Hari begitu saja berlalu, dan aku sama sekali tak pernah menanyakan hal apapun pada Caca tentang apa yang terjadi malam itu. Hingga akhirnya Caca sendiri angkat bicara.
"Mba.." panggil Caca
Aku masih berkutat pada laptop yang ada dihadapan ku. Tapi aku dengar apa yang Caca katakan pada ku, "Ada apa??"
"Kau sibuk??" Tanya nya lagi.
"Emm, tidak. Memangnya kenapa? Ada masalah..??" Aku masih saja fokus dengan apa yang aku kerjakan. Hingga Caca mendekat kearah ku "Aku minta waktu mu sebentar, bisa??"
Seketika aku menghentikan semua aktifitas ku, dan menoleh kearah nya "Okey.."
Aku mengajak nya duduk sambil minum teh di teras belakang. Kebetulan key sudah tidur dan udara di luar pun cukup dingin, hingga aku memilih untuk membuatkan teh hangat untuk nya. "Terimakasih.." Caca pun meminum nya, dan meletakkan nya kembali ketempat semula.
"Sekarang katakan, ada apa??"
Caca menceritakan semua nya, secara detail. Dari awal hingga akhir pertemuan nya malam itu. Dan dari setiap kronologis yang ia ceritakan membuat aku semakin mengerti tentang kesalahpahaman ini.
Entah siapa yang semestinya ku salahkan. Ekspektasi yang ketinggian, atau semesta yang terlalu terlambat untuk menyadarkan.
Mereka butuh lebih dari sekadar waktu, untuk memahami bahwa mereka sudah tidak seperti dulu lagi. Untuk memaklumi, bahwa hubungan mereka sudah tidak seakrab dulu lagi. Untuk mengerti, bahwa dia sudah tidak seberarti dulu lagi. Khayal masih menerbangkan nya begitu tinggi, tanpa ia sadari bahwa sepasang tangannya akan ada untuk menangkapnya nanti.
Dan aku rasa ini hanya soal waktu. Dimana mereka akan dipertemukan kembali, dan disatukan oleh takdir.
Takdir?? Ya... takdir.
Apa kalian percaya dengan itu semua??
Mungkin, disaat Kamu tak pernah berharap untuk bisa mencintainya. Namun jika Tuhan yang telah menundukan hati mu untuk memberikan cinta ini padanya, memilihkannya untuk mu, bahkan menentukan hidup mu untuk mendampinginya. Lalu apa yang bisa kamu lakukan??
Kamu tak pernah berharap menanggung rasa ini atas cinta nya padamu. Tapi jika Tuhan telah memberikan rasa ini dan harus kamu tanggung atasnya. Kamu tak akan pernah kuasa mampu mengatur hati mu sendiri kerena Sang Pemilik hatilah yang telah menentukannya. Yang engkau lihat hanyalah sebuah Raga, sedangkan Hati mu sepenuhnya adalah Milik-Nya.
Maka percayalah, jika memang Dia baik untuk mu dan ter untuk keluarga mu, maka bersabarlah semua akan indah pada waktu nya.
Cerita ini hanya fiktif belaka, mohon maaf jika ada kesalahan atau kesamaan nama dan tempatnya